JAYAPURA,REPORTASEPAPUA.COM – Politisi muda, Yan Permenas Mandenas, S.Sos, M, SI merasa perlu mengklarifikasi terkait keikutsertaannya ke Amerika. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman atas keikutsertaannya ke negara adikuasa itu.
Yan Mandenas mengaku, keikutsertaannya itu sebagai Ketua Tim Delegasi dari DPR Papua dalam kunjungan resminya ke Amerika lantaran masih berstatus sebagai Anggota DPR Papua. Sebab, hingga saat ini Partai Hanura juga masih dalam proses sengketa di Pengadilan Pasca Perpecahan di DPP Partai Hanura Antara Kubu Ketua Umum Osaman Sapta Odang dan Kubu mantan Sekjen Sarifudin Suding.
Bahkan menurut, Yan Mandenas, sepanjang partai yang diwakilinya sebagai Anggota DPR Papua pada pemilu 2014 masih bersengketa di Pengadilan, maka statusnya masih sebagai Anggota DPR Papua.
“Kami tetap menjalankan tugas sebagai anggota DPR Papua sampai adanya Putusan Hukum tetap di Pengadilan barulah bisa di lakukan Proses PAW. Karena proses hukum yang saat ini masih di sengketakan Di Pengadilan, salah satunya adalah menyangkut kewenangan soal DPP kubu mana yang berhak melakukan proses PAW atas dasar Perintah UU Partai Politik dan UUD MD3 termasuk UU Pemerintahan Daerah, yang tidak dapat saya jabarkan pasal per pasal dalam perjelasan ini,” kata Yan Mandenas kepada reportase melalui pesan singkatnya, Selasa (29/10/18) pagi.
Dijelaskannya, pada Pasal 109 Ayat 3 dan Ayat 4 PP Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD ayat 3 yang berbunyi “Dalam hal terdapat masalah kepengurusan ganda partai politik, usulan ganda anggota DPRD yang ditindak lanjuti adalah kepengurusan partai politik yang sudah memperoleh putusan mahkamah partai lain atau sebutan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tentang partai politik” dan di Ayat 4 “ jika masih terdapat perselisihan atas putusan mahmakah partai atau sebutan lain sebagaimana dimaksud ayat 3, kepengurusan partai politik tingkat pusat, yang dapat mengusulkan pergantian antar waktu anggota DPRD merupakan kepengurusan yang sudah memperoleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan didaftarkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tentang partai politik.
Oleh karena itu, Ketua Komisi V DPR Papua ini menegaskan, bahwa ini sangat jelas bahwa selama Partai yang masih bersengketa karena konflik, maka status PAW belum memenuhi unsur sesuai Pasal 109 Ayat 3 dan 4 tadi.
“Inilah yang harus dibedakan persoalannya antara partai yang tidak bersengketa dengan partai yang masih bersengketa. Kalau Partai kamu tidak bersengketa maka mungkin kami bisa mematuhi Surat Pimpinan Dewan termasuk Surat Edaran Dirjen Otonomi Daerah yang masi bersifat general atau Umum tanpa membedakan status kami sebagai Partai yang masi berkonflik dan bersengketa tadi, “ tegas Yan Mandenas.
saat menjelaskan kembali terkait persoalan Internal Partai Hanura yang masih bersengketa tersebut, sehingga tidak bisa disamakan dengan teman-teman anggota DPRP dari partai politik lain yang tidak bersengketa.
“Jadi sepanjang belum ada Putusan Hukum tetap di pengadilan terhadap Status Kepengurusan Partai Hanura Pasca Banding Menkumham terkait Putusan PTUN Jakarta Timur yang memenangkan Kubu Mantan Sekejen Partai Hanura ( Sarifudin Suding ), maka hak kami sebagai Anggota Dewan dan teman-teman Hanura yang juga senasip di seluruh Indonesia, harus berjalan seperti biasa,” jelas Yan Mandenas.
Bahkan, Yan Mandenas merasa justru hak-hak mereka sebagai Anggota DPRP di diskriminasi. Sebab usulan Pergantian Antar Waktu ( PAW ) ke Kemendagri justru hanya diusulkan dari Fraksi Partai Hanura saja, sementara Fraksi Partai Politik lain yang pindah Partai justru tidak di usulkan namanya dalam Surat Gubernur Papua ke Kementrian Dalam Negeri .
Sementara dari pihaknya sendiri, lanjut Yan Mandenas, telah menginformasikan hasil Putusan PTUN berulang kali terkait perkembangan sengketa DPP Partai Hanura di pengadilan atas proses banding Menkumham Pasca Putusan PTUN yg memenangkan kubu Mantan Sekjen ( Sarifudin Suding ), bahkan surat pemberitahuan ke Gubernur dan Ketua DPRP termasuk dikirim juga tembusan Ke Presiden dan Mendagri.
Pada kesempatan itu, Mandenas juga membeberkan adanya 12 Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Hanura yang pindah Partai, bahkan sebagian besarnya pindah ke Partai Nasdem, dimana hingga saat ini, hak para anggora DPR RI tersebut, menurut Yan Mandenas masih tetap berjalan seperti biasa dan tidak dilakuan Pergantian Antar Waktu ( PAW ).
Yan Mandenas mengungkapkan, kalau saat ini memang Proses PAW belum memenuhi unsur undang-undang karena Keabsahan DPP Partai Hanura di tingkat pusat yang mempunyai kewenangan untuk mengusulkan PAW masi di Sengketakan dan belum ada Putusan Incraht.
“Jadi undang-undang dan Peraturan Pemerintah sekalipun pimpinan dewan harus pahami penuh tapi tidak memahami beberapa pasa, lalu kemudian disampaikan ke Public maka hal itu bisa menimbulkan konsekwensi Hukum juga pada pemberitaan yang akibatnya menyudutkan kami,” ketus Mandenas.
Sekedar diketahui dalam surar salinan surat dari DPP Hanura Nomor : B/212/DPP HANURA/X/2018 yang di tujukan kepada Gubernur, Bupati, Walikota di seluruh Indonesia dengan Perihal ‘Permohonan Tidak Memproses Pemberhentian dan Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota Legislatif dari Partai Hanura”, dimana isi surat tersebut meminta agar proses PAW anggota DPRD dari Partai Hanura yang terjadi dualisme agar menunda proses PAW sampai ada keputusan Pengadilan yang incraht.
Terkait dengan ini, Praktisi Hukum Administrasi Negara, Heru Widodo yang dimintai tanggapannya mengatakan seseorang yang duduk di legislatif adalah perwakilan dari Partai Politik, dimana jabatan yang diembannya melekat hingga akhir masa jabatannya.
Namun apabila orang itu pindah partai, maka sudah tidak memiliki hak konsitusional untuk mewakili partai di legislatif.
“Jadi prinsipnya begitu, sehingga apapun alasannya, sejak yang bersangkutan di calonkan oleh partai lainpun, secara materiil sudah bukan perwakilan dari partai yang lama, Namun secara formilnya, anggota dewan yang bersangkutan di PAW sejak terdaftar secara resmi dalam DCT,” kata Heru via ponselnya, Senin (29/10/18) sore.
Terkait dengan persoalan Partai Politik yang masih bersengketa, menurut Heru itu tetap mengacu pada SK Partai yang terdaftar di Menkumham.
“Sebenarnya ini dua persoalan berbeda, soal Internal Partai tidak menangguhkan kukuhnya hak konstitusional anggota dewan yang sudah partai,” terangnya.
Heru menjelaskan, Anggota Dewan yang menjalankan dinas adalah anggota dewan yang masih secara sah masih duduk sebagai anggota dewan dan belum di PAW. Sebab PAW itu ada Surat Keputusan oleh pejabat yang berwenang, sehingga secara administratif, anggota dewan yang bersangkutan di PAW sejak dikeluarkan SK oleh pejabat yang berwenang tersebut.
“ Ya kalau nanti anggota dewan tersebut di PAW dan SK tersebut berlaku mundur, tentunya pemberhentian anggota dewan yang bersangkutan berhenti sesuai tanggal SK yang dimaksudkan,” jelas Heru .
Menyangkut edaran surat Kemendagri tentang pemberhentian hak, status dan kewenangan anggota dewan yang terdaftar DCT dari perwakilan partai lain pada pemilu sebelumnya dan menurut Heru secara materil, si anggota dewan ini sudah tidak menjadi anggota dewan sejak terdaftar DCT dari partai lain, tapi tentunya secara administratif harus ada surat keputusan atau surat pemberhentian dari pejabat yang mengangkatnya sebagai anggota dewan.
“Nah secara hukum administasi, pemberhentian ataupun pengangkatan harus sesuai dengan surat keputusan dari pejabat yang berwenang juga tentunya,” kata Heru.
Intinya kata Heru, surat edaran Kemendagri dalam hal ini dirjen Otda sifatnya normatif dan berlaku umum, namun surat pemberhentian sifatnya individual, konkrit dan final. Sehingga, seorang anggota dewan yang di berhentikan dari jabatannya sebagai anggota DPR,DPRP atau DPRD Kabupaten/Kota terhitung sejak adanya surat keputusan dari pejabat yang mengangkatnya.
Namun tambahnya, pejabat yang bisa memberhentikan adalah pejabat yang mengangkat, jadi secara normanya si anggota dewan ini diberhentikan harus ada bukti bahwa si anggota dewan ini sudah pindah partai dan bukti SK pemberhentian dari pejabat yang mengangkatnya.
“Jadi kalau sudah ada bukti si anggota dewan ini pindah partai tapi tidak ada SK pemberhentian, ya berarti yang bersangkutan masih punyak hak dan kewajiban, karena surat keputusan pengangkatannya itu melekat secara hukum. Diangkat secara SK dan tentu diberhentikan juga dengan SK,” paparnya.(TIARA)