JAYAPURA,REPORTASEPAPUA.COM – Lantaran merasa dikhianati oleh pemerintah setempat, masyarakat Distrik Douw dan Distrik Wari yang selama ini diklaim masuk wilayah Kabupaten Tolikara mengancam akan kembali ke Kabupaten Mamberamo Raya. Begitu juga masyarakat Distrik Turere yang diklaim masuk Kabupaten Puncak, bakal kembali ke Mamberamo Raya.
“Selama kami dibawah Kabupaten Tolikara dan Puncak Jaya, dan hak kami dirampas oleh orang-orang tak bertanggungjawab untuk merusak hak-hak dasar orang Mamberamo Raya,“ ungkap Tokoh Intelektual Mamberamo Hulu dan Rofaer, Kevin Totouw didampingi Anggota DPRD Mamberamo Raya, Herman Sokaro, Perwakilan Mahasiswa Mamberamo Raya, Amin Treido, Tokoh Pemuda Mamberamo Hulu, Firdaus Fruaro dan tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan perempuan kepada sejumlah media, di Abepura, Selasa (20/11/18).
Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada Pemprov Papua, DPR Papua bersama Pemkab Tolikara, Puncak Jaya, termasuk Mamberamo Tengah dan Mamberamo Raya untuk menyelesaikan masalah tapal batas antara Mamberamo Raya, Tolikara, Puncak Jaya.
Apalagi, sesuai UU Nomor 19 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Mamberamo Raya, wilayah Wari adalah (Taiyeve II) kampung induk dari Kampung Taiyeve masuk Distrik Mamberamo Hulu Kabupaten Mamberamo Raya.
Begitu juga Distrik Douw Kabupaten Tolikara adalah Kampung Douw Distrik Mamberamo Hulu, Kabupaten Mamberamo Raya. Sedangkan, Distrik Torere Kabupaten Puncak Jaya adalah Kampung Douw Dusun Turere Distrik Mamberamo Hulu, Kabupaten Mamberamo Raya.
Kevin Totouw pun mengungkapkan, saat ini yang menjadi persoalan yakni sumber daya alam Mamberamo Raya yakni berupa emas di Prigi dan Torere, termasuk di Douw dan Wari, termasuk Kampung Egiyam dikuasai dan dirampas orang lain.
Sedangkan lanjut Kevin, masyarakat asli Mamberamo Raya yang berada di distrik itu, justru tidak terlayani dengan baik, bahkan dianaktirikan lantaran tidak tersentuh pembangunan.
“Ketika dana desa cair, kami selalu diintimidasi dan diancam dari Pemkab Tolikara melalui masyarakat yang ada di atas. Padahal, suku-suku asli di Douw dan Taiyeve adalah orang asli Mamberamo, justru tak menikmati dana desa itu, Uangnya diambil orang lain dari Tolikara,“ tutur Kevin Totouw.
Bahkan ironisnya, dalam satu kampung di daerah itu, kata Kevin Totouw, dimiliki dua kepala kampung yang ditunjuk oleh Pemkab Tolikara.
Ia pun mengungkapkan, selama ini, ijin yang dikeluarkan oleh Pemprov Papua melalui Gubernur Papua selalu mengatasnamakan Pemkab Tolikara dan Puncak Jaya untuk mendulang emas di daerah Mamberamo Raya, padahal itu tidak sesuai dengan aturan dan undang-undang.
“Jadi tolong dicek kembali. Karena sudah pasti bisa menimbulkan konflik antar masyarakat, karena sempat terjadi konflik akibat dana desa yang diturunkan tahun 2017, hampir baku perang,“ terang Kevin Totouw.
Perwakilan Mahasiswa Mamberamo Raya, Amin Treido menambahkan, pihaknya kecewa dengan sikap Pemkab Tolikara. Apalagi, ada beberapa kampung di Wari dan Douw, selalu dihadapkan dengan ancaman pada saat pencairan dana desa.
“Ada beberapa hal yang menjadi alasan kami tidak terima, yakni Pemkab Tolikara merusak hak kami. Pertambangan dan hasil bumi kami juga dirampas,“ ungkpanya.
Untuk itu, dengan tegas pihaknya menolak calon Klasis dari Wilayah Toli yang masuk ke wilayah Mamberamo Raya, yakni calon Klasis Kembu Lanny yang akan dibuka di Wari. Sebab, beberapa kali mereka mau masuk membuka pos pelayanan atau gereja, tanpa koordinasi dengan dengan Klasis Mamberamo Soe yang ada di Taiyeve. “Untuk itu, kami menolak keras itu,“ tegasnya.
Amin Treido menandaskan, jika Pemkab Tolikara tidak mau memperhatikan masalah di Distrik Douw dan Wari, maka mahasiswa bersama tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh gereja dan komponen lainnya, sepakat akan kembali ke Kabupaten Memberamo Raya.
Sementara itu, Ketua Pemuda Distrik Mamberamo Hulu, Firdaus Fruaro juga secara tegas menolak pemekaran Kabupaten Kembu yang hendak dibawa ke Distrik Wari.
“Kami tidak setuju dan tolak itu. Calon Kabupaten Kembu harus ditaruh di Mamit, tidak boleh bawa turun ke wilayah Mamberamo Raya yakni Wari,“ tandasnya.
Pada kesempatan itu, salah satu Anggota DPRD Memberamo Raya, Herman Sokaro yang juga sebagai anak Douw dan Teiyeve Distrik Mamberamo Hulu, Kabupaten Mamberamo Raya tidak terima dengan sikap Pemkab Tolikara yang mencaplok wilayah Mamberamo Raya itu, begitu juga Pemkab Puncak Jaya dan Mamberamo Tengah.
“Jadi, saya sendiri anak Mamberamo, saya tolak itu. Distrik Wari, Distrik Douw dan Distrik Egiyam dari Kabupaten Tolikara masuk Mamberamo Raya. Itu wilayah Mamberamo Raya, bukan Tolikara. Sedangkan Turere itu, bukan Puncak Jaya, begitu juga Taria, bukan Mamberamo Tengah,“ tekannya.
Untuk itu, ia meminta siapapun yang mau masuk ke daerah itu, termasuk perijinan investor pertambangan, terlebih dahulu harus berkoordinasi ke Pemkab Mamberamo Raya.
“Jadi, Pemkab Tolikara maupun Puncak, jangan sembarangan masuk ke wilayah orang,“ ketusnya.
Pihaknya juga tidak terima jika Pemkab Tolikara dan Puncak Jaya, termasuk Mamberamo Tengah mengklaim wilayah Mamberamo Raya sebagai wilayah adminsitrasi mereka.
Menurutnya, masyarakat lain harus mengerti adat orang Mambramo Raya, tidak asal main masuk dan merampas hak milik orang seperti emas dan hasil bumi.
“Jadi, Pemprov Papua harus perhatikan itu. Masyarakat masih bingung, yang mana wilayah pemerintah kami, masyarakat Mamberamo ada yang lari ke Puncak Jaya, Tolikara dan Mamberamo Tengah serta Mamberamo Raya,“ pungkasnya.(tiara)