JAYAPURA, REPORTASEPAPUA.COM- Pengusulan nama calon Pimpinan Definitif DPR Papua masa jabatan 2019-2024 yang diumumkan pada Rapat Paripurna, Rabu (4/12) menuai pro dan kontra. Padahal nama calon tersebut masih belum disahkan oleh Mendagri, Tito Karnavian.
Protes salah satunya disampaikan Politisi dari Partai Persatuan Pembangunan. Nason Utti, anggota DPR Papua ini menilai pengumuman usulan nama Pimpinan DPR Papua terlalu dipaksakan.
Seharusnya, menurut Nason, tata tertib (tatib) dewan lebih dulu disahkan sebelum mengusulkan calon Pimpinan DPR Papua. Dia pun menyebut, langkah tersebut sudah melanggar ketentuan Pasal 34 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2018.
“Seharusnya tata tertib (Tatib) dewan lebih dulu disahkan baru usulan calon pimpinan DPR Papua. Ini sudah melanggar ketentuan pasal 34, coba pimpinan rapat baca aturan baik – baik, jangan paksakan kehendak,” tegas Nason Utti ketika menyampaikan intersupsi dalam rapat paripurna dalam rangka pengumuman dan pengusulan pimpinan DPR Papua masa jabatan 2019-2024 yang berlangsung di ruang Sidang DPR Papua, Rabu (4/12/2019).
Menanggapi protes itu, Ketua sementara DPR Papua, Johny Banua Rouw, SE menegaskan bahwa pengumuman usulan nama calon Pimpinan DPR Papua sudah sesuai ketentuan Undang-Undang. Nama calon Pimpinan DPR Papua harus diumumkan dalam Rapat Paripurna sebelum diusulkan ke Mendagri melalui Gubernur Papua.
“Hari bukan kami putuskan atau sudah dilantik jadi pimpinan DPR Papua tapi sesuai ketentuan harus diumumkan usulan pimpinan DPR Papua dan ini baru usulan. Nanti kita kirim ke Gubernur Papua selanjutnya ke Mendagri untuk dikeluarkan SK (Surat Keputusan), baru kita pelantikan pimpinan definitif. Jadi tolong dipahami baik, ini bukan paksakan kehendak,” tegas Johny Banua.
Terkait masalah tata tertib (tatib) dewan, Johny meminta semua pihak harus memahami aturannya. Sebab, ada batasan waktu dalam pembahasan tatib dewan periode 2019 – 2024.
“Masalah tatib dewan kita setuju bahas tatib dengan baik dan terbuka terkait pasal – pasal khusus serta semangat teman – teman tentang OAP(Orang Asli Papua) itu kita setuju bahkan saya secara pribadi setuju itu. Tapi mari kita lihat ada batasan waktu dan kita harus pahami aturannya,” jelasnya.
Apalagi kata Politisi Partai NasDem ini, tata tertib dewan itu mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) dan PP mengacu pada Undang – Undang yang berlaku di Republik Indonesia.
“Jadi, ini yang harus kita bicarakan dan semangat otsus kita hargai. Mari kita rangkum semua pokok pikiran lalu kita bawa dan kita kawal ke Jakarta untuk diskusi bersama Mendagri, mana yang bisa di akomodir dan mana yang tidak. Itu saja,” kata Johny.
Terkait dinamika itu, JBR sapaan akrab Johny Banua Rouw menuding ada oknum anggota DPR Papua yang mencoba mengganjal proses pimpinan definitif DPRP periode 2019 – 2024. Bahkan menurutnya, ada oknum yang mengatasnamakan OAP untuk kepentingan pribadunya.
“Supaya rakyat tahu bahwa saya tidak alergi soal pimpinan DPRP itu harus OAP, kalau ada pasal itu dan memang harus diberlakukan. Saya dinyatakan bukan orang asli Papua, saya siap mundur dari Ketua DPRP, supaya rakyat tahu bahwa yang benar-benar cinta Papua itu siapa. Jangan hanya mengatasnamakan OAP dan lembaga ini tapi untuk kepentingan pribadi,” tegas Johny Banua.
Dari pantauan dilapangan, suasana pelaksanaan sidang Paripurna sangat berbeda tidak seperti biasanya. Perbedaan mencolok persiapan oleh staf dan pegawai sebelum rapat paripurna berlangsung.
Bahkan rapat sempat molor selama 2 jam lebih. Hal ini disebabkan lantaran pintu ruang sidang paripurna sengaja dikunci, bahkan tidak ada persiapan absensi maupun makanan dan minuman yang biasanya disediakan oleh staf sekretariat DPR Papua ketika Rapat Paripurna akan berlangsung.
Keganjalan ini sontak disoroti, Jonhy Banua Rouw. Dia lantas sangat menyayangkan dinamika yang terjadi hari ini. Padahal rapat paripurna sudah harus dilaksanakan, namun ruang sidang masih tertutup dan dalam keadaan masih terkunci.
Selain itu, tidak ada persiapan makanan maupun minum, termasuk pada ruang sidang tidak ada persiapan absensi. “Dinamika tadi, mungkin teman-teman wartawan sudah lihat sendiri, bahwa ada ruangan yang terkunci, bahkan tidak ada sama sekali persiapan akan dilaksanakan sidang paripurna,” bebernya.
Dia menilai ada yang keliru dalam lembaga DPR Papua ini. “Saya pikir ini salah yang harus segera kita perbaiki di lembaga ini. Ini lembaga dewan yang terhormat, masa kita punya kelakuan tidak terhormat?. Kalau memang tidak senang pindah ke ruangan dan kita diskusikan, kita berdebat, pakai intelektual kita, tidak pakai kunci pintu, main palang. Ini gaya-gaya kampungan yang dibawa lembaga ini. Ini tidak boleh terjadi dan itu harus kita lawan,” tandas Johny Banua.
Menurutnya, lembaga dewan ini sangat terhormat yang dipercayakan oleh rakyat karena semua yang duduk disini keterwakilan rakyat yang diputuskan lewat rapat pimpinan Fraksi.
Dia berharap sekretariat bisa bekerja profesional, karena ini juga merupakan agenda bersama di lembaga ini dan tidak boleh sembunyi-sembunyi.
“Jadi mari kita pakai cara-cara yang lain. Saya juga pikirkan hal ini kepada sekretariat. kita nggak ada rekayasa ikin undangan diam-diam dan undangan sudah tandatangani itu, sudah diparaf oleh Sekwan DPR Papua. Artinya final, jadi tidak ada yang namanya sembunyi-sembunyi di dewan, nggak boleh,” tekan Johny Banua Rouw. (Tiara)