RANSIKI, Reportasepapua.com – Masyarakat adat dan pemilik hak ulayat menolak dengan tegas perusahan yang hendak berinvestasi Kelapa Sawit di Distrik Isim, Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat.
Pasalnya, masyarakat adat dan pemilik hak ulayat serta Kepala Distrik setempat belum mengetahui nama perusahan yang direncakan akan masuk untuk membuka lahan Kelapa Sawit.
“Saya sendiri pun tidak tahu nama perusahan yang mau berinvestasi kelapa sawit di Isim, trus siapa yang datang perusahan itu. Ini yang kita harus tahu, jangan sama dengan perusahan kayu yang saat ini beroperasi di Isim,”kata Kepala Distrik Dataran Isim, Kabupaten Mansel, Agustinus Iba yang ditemui reportasepapua.com, di Mansel, Kamis (4/04/2019).
Kepala Distrik mengemukakan bahwa pihaknya akan mencari tahu siapa yang menghadirikan dan menandatangani perusahan kelapa sawit ini untuk masuk beroperasi di Isim. Maka perusahan tidak disalahkan.
“Luas lahan yang dikelola dari wilayah Isim kurang lebih 2249 hektar, sedangkan di Tahota sekitar 8000 hektar. Nah yang menjadi pertanyaan, 2249 hektar lokasinya di Isim sebalah mana,”beber Agustinus Iba.
Dikemukakannya, berdasarkan informasi terkait pertemuan pihak perusahan Kelapa Sawit tersebut sama sebagai Kepala Distrik Dataran Isim tidak mengetahui dan yang hadir pada saat itu hanya kepala suku Tahota.
“Masyarakat adat sendiri belum paham dampak dari kelapa sawit itu sendiri dan belum ada sosialisasi,”tutur dia.
Dicecar mengenai pembukakan lahan, dia menyebutkan,perusahan tersebut baru melakukan pemetaan lahan dan sementara untuk alat-alat penggusuran lahan sudah ada di lokasi.
“Pada prinsipnya, bagi saya kalau untuk kepala sawit saya tolak. Hutan saya di Isim untuk perkebunan yang lain sepeti tebu dan sayur-syuran dan itu permintaan masyarakat,”tegasnya.
Dia mengemukakan, yang lebih membingungkan lagi beliau (Kadistrik-red) tidak mendapatkan laporan dari pihak perusahan. Maka menurutnya, perusahan ini belum jelas.
“Jadi saya sendiri kaget siapa yang menyerahkan ribuan hektar ini. Sedangkan kepala suku setempat saja tidak tahu. Memang tanah ini negara punya, tapi ada hukum adatnya yang harus kita ijin,”imbuh dia.
Oleh sebab itu dirinya berharap kepada pemerintah daerah dan para investor yang datang beroperasi di wilayah Papua Baratk khusus di daerah Mansel tolong menghargai pemilik hak ulayat dan masyarakat adat setempat.
Sementara Sekretaris LMA Papua Barat, George Dedaida menyarankan kepada pemerintah daerah bersama pihak-pihak terkait untuk membuka kembali proses atau mekanisme perijinan.
“Dari informasi masyarakat bahkan pemerintah di tingkat distrik sendiri tidak tahu, berarti ada proses yang diabaikan atau terlewatkan. Entah itu sosialisasi, dan studi kelayakan yang mungkin tidak dibicara kepada masyarakat dengan baik,”ujarnya.
Maka dirinya berharap kepada Pemkab setempat dan Pemprov untuk tidak mengeluarkan ijin sebelum duduk bersama, karena sudah barang tentu ada yang tidak benar.
“Ini wilayah adat mereka (masyarakat-red), karena perdasusnya baru diketok. Kalau sampai nanti masyarakat itu tahu melalui sosialisasi dan masyarakat tidak terima, maka proses gugatan itu tetap akan berjalan,”katanya.
Sekretaris LMA Papua Barat mengingatkan pemerintah bahwa sudah ada Intruksi Presiden (Inpres) Tahun 2017 terkait Moratorium Sawit yang artinya tidak boleh ada keluar ijin baru.
“Yang ada itu di evaluasi dulu. Ini kenapa bisa dikeluarkan ijin baru?. Jadi sikap kami, persoalan tolak dan tidaknya kita harus duduk bersama. Tapi saya yakin ini masyarakat akan tolak,”tandasnya. (one)