NETWORK : RakyatPos | ValoraNews | KupasOnline | TopSumbar | BanjarBaruKlik | TopOne | Kongkrit | SpiritSumbar | Basangek | MenaraInfo | Medikita | AcehPortal | MyCity | Newsroom | ReportasePapua | RedaksiPos | WartaSehat JetSeo
Tokoh Intelektual dan Masyarakat Tolak Dance Yulian Flassy Jadi Sekda Papua – Reportase Papua

Tokoh Intelektual dan Masyarakat Tolak Dance Yulian Flassy Jadi Sekda Papua

banner 120x600

JAYAPURA, REPORTASEPAPUA.COM –  Tokoh Intelektual, tokoh adat dan tokoh masyarakat Provinsi Papua dengan tegas menolak hasil pengangkatan calon Sekretaris Daerah (Sekda) Papua, Dance Yulian Flassy yang ditetapkan dalam keputusan Presiden (Kepres) Nomor 314/Adm,TPA/09/2020. Perihal salinan Kepres Nomor 159/TPA Tahun 2020. tentang pengangkatan pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Provinsi Papua.

Penolakan itu disampaikan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda dan kaum intelektual Papua dalam keterangan pers kepada wartawan di salah satu Caffe yang ada di Kota Jayapura, Minggu (1/11), petang.

Ketua Koordinator Tokoh Intelektual dan Tokoh masyarakat Provinsah Papua, Deerd Tabuni mengatakan pihaknya menyampaikan penolakan terhadap Sekda yang diduga ditunjuk oleh oknum-oknum tertentu melalui Presiden.

Padahal kata Deert Tabuni, Kemendagri telah membentuk Pansel untuk melakukan seleksi calon sekda Papua. Pansel sudah melaksanakan tugasnya dan memberi penilai. Dari 10 orang yang ikut seleksi, lima orang masuk lima besar, dan berlanjut hingga tiga besar.

“Kemudian gubernur dan DPR Papua mengusulkan tiga nama ke Kemendagri. Yang mendapat nilai tertinggi saat seleksi adalah Doren Wakerkwa, SH dengan nilai 74,99, Drs. Demianus Wausok Siep dengan nilai 67,49 dan Dance Yulian Flassy, SE. Msi yang berada pada nilai 67,30,” ungkap Deerd Tabuni.

Namun pihaknya menyayangkan, sebab yang ditetapkan menjadi Sekda adalah Dance Yulian Flassy yang berada pada peringkat ketiga. Padahal masyarakat Papua di 29 kabupaten mengikuti semua proses tahapan Pansel.

Untuk itu pihaknya meminta yang mestinya ditetapkan sebagai Sekda adalah Doren Wakerkwa, karena dialah yang mendapat nilai tinggi bukan orang yang mendapat nilai rendah.

“Ini permainan dari mana. Makanya kami tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda menolak sekda yang ditunjuk. Kami tahu rekam jejaknya. Saat jadi Sekda di Tolikara, dia tinggalkan jabatannya dan menjadi Sekda di Sorong Selatan. Kemudian dia tinggalkan jabatan di Sorong Selatan dan mencalonkan Sekda Papua. Untuk tingkat kabupaten saja tidak bisa apalagi mau urus satu provinsi,” cetusnya.

Deerd Tabuni menandaskan, jika kepentingan politik, jangan dimasukkan ke dalam birokrasi. Sebab akan terjadi diel-diel politik.

Bahkan, pihaknya dengan tegas meminta agar presiden segera meninjau SK pengangkatan sekda, Kepres dan surat tembusannya. Yang mestinya diangkat menjadi sekda adalah sesuai hasil seleksi dengan nilai tertinggi.

Menurut Deert Tabuni, mestinya saat akan diputuskan siapa Sekda Papua, terlebih dahulu dikoordinasikan dengan gubernur dan wakil gubernur Papua. Bukan ditetapkan sepihak.

“Kami semua sepakat memohon kepada presiden segera tinjau Kepres nomor 314 dengan salinan putusan nomor 159 yang tak sesuai hasil seleksi Pansel. Rakyat Papua mau yang dilantik adalah calon sekda yang sesuai hasil seleksi,” ucapnya.

Namun Deert menegaskan, jika pihaknya tidak tinggal diam dengan situasi ini. Bahkan pihaknya akan menggugat atau membawa masalah ini ke PTUN Jakarta meminta supaya ada putusan hukum terhadap masalah ini.

“Sebelum ada peninjaun kembali, jangan sampai ada pelantikan yang bersangkutan. Yang kami tolak adalah oknumnya sehingga kami minta SK ditinjau,” tekannya.

Ditempat yang sama, Tokoh kaum milenial Papua, Benny Kogoya mengatakam, mestinya dilihat dari hasil seleksi atau nilai. Selain itu, pihaknya tahu rekam jejak orang yang diangkat menjadi Sekda itu.

“Tidak bisa bekerjasama dengan gubernur dan wakil gubernur. Bagi kami siapapun sekda mau orang Papua atau non Papua yang penting sesuai nilai hasil seleksi dan memiliki kemampuan membantu gubernur dan wakil gubernur,” ujar Benny Kogoya.

Untuk itu kata Benny, Keppres perlu ditinjau kembali karena tidak sesuai hasil nilai dari Timsel Kemendagri yang diketuai Ahmad Kamal Malik. Situasi ini dinilai mempengaruhi karakter psikologi kaum milenial.

Sebab kata Benny, mereka akan berpikir, kalau nanti ikut tes TNI-Polri, CPNS dan bidang lainnya mereka tidak akan lulus meski dapat nilai tinggi karena selalu ada permainan.

“Jangan kesannya ada unsur politik dalam birokrasi. Orang yang nilainya rendah ditunjuk jadi sekda. Secara psikologis ini menggangu kaum milenial di Papua. Makanya Keppres perlu ditinjau. Mengembalikan sesuai nilai hasil seleksi. Ini secara tidak langsung membunuh karakter kita kaum milenial,” tandas Benny.

Di tempat yang sama, tokoh intelektual Papua, Yan Wenda mengatakan sejak awal pihaknya telah mengikuti seleksi yang dilakukan Timsel Kemendagri. Ada berbagai tahapan dilalui dan tiga orang masuk tiga besar sesuai perolehan nalai.

“Nah tiga nama inilah yang dikirim kepada Tim Penilai Akhir (TPA). Mestinya TPA berkoordinasi dengan Pemprov Papua sebelum menentukan siapa yang akan direkomendasikan ke presiden. Kalau seperti ini kesannya ditunjuk langsung. Nilai rendah yang dipilih. Kalau begitu untuk apa ada Timsel,” ujar Yan Wenda.

Sementara itu, Kepala suku wilayah adat Lapago, Paus Kogoya menambahkan, sebagai tokoh adat ia mendukung penolakan ini. Negara harus tahu Papua itu siapa. Negara punya UU dan itu mestinya diikuti.

“Negara buat UU jangan dilanggar sendiri. Kami mau anak kami sendiri di Papua yang menjadi Sekda. Sebagai kepala suku di wilayah Lapago presiden hargai saya,” tutur Paus.

Menurutnya, ia selalu berupaya mempertahankan kabupaten di wilayah merah agar tetap aman. dan meminta presiden melantik Doren Wakerkwa sebagai sekda.

“Ini negara sendiri yang menyalakan api. Kalau kita tidak saling menghargai, tidak taat aturan yang dibuat sendiri, maka negara ini akan hancur. Pemerintah jangan selalu mendengar bisikan-bisikan yang tidak jelas dari berbagai pihak. Jangan anggap ada OPM dan ada NKRI di Papua,” tandas Paus Kogoya. (Tiara)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *