Jayapura,reportasepapua.com – Anggota Komisi I DPR Papua, Bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM, John Wilil menuding tindakan aparat kepolisian yang masuk ke asrama mahasiswa Papua di Makassar, merupakan pelanggaran.
Bahkan tandas legislator Papua itu, tindakan tersebut sudah merupakan pelanggaran HAM. Polisi tak seharunya melakukan aksi itu, yang main masuk asrama mahasiswa di Makassar, apalagi mengintimidasi mahasiswa, saat mahasiswa berekspresi dan menyampaikan pendapat.
“Kan Polisi dan TNI adalah sahabat rakyat dan mahasiswa, bukan musuh. Jadi jangan ada tindakan kekerasan yang tidak menyenangkan. Kami sayangkan aksi seperti ini dan ini sudah sering terjadi di luar daerah,” kata John Willi dalam menanggapi kejadian tersebut kepada Wartawan di ruang kerjanya, Selasa (16/10/18).
Menurut Willi, apa yang disampaikan mahasiswa, itu karena mahasiswa berkarakter iptek dan memiliki hak kritis terhadap berbagai kebijakan dan kondisi di masyarakat, sehingga biarkan lah mereka berekspresi.
“Jadi tidak boleh polisi masuk ke asrama-asrama lalu intimidasi mahasiswa. Sebaiknya gunakan pendepakat komunikatif, persuasig dan diologis Maka itu yang disebut polisi sahabat rakyat,” tandas John Willi.
Kalau secara sistem, pihaknya mengakui Namun jika itu di luar sistem, dan itu dianggap ilegal maka itu salah, sehingga tidak boleh lagi teror masuk asrama.
“Jadi kalau sistim kita akui, tapi kalau bukan sisitim, minta maaf saja. Karena itu kami anggap ilegal kaream sudaj masuk ke asrama-asrama lalu intimidasi,” ucapnya.
Karena lanjut Willi, kalau dalam sistem yang tak kelihatan mereka dapat bermain disini untuk menekan, karena kalau dibandingkan mahasiswa yang ada di sana itu tak sebanyak orang asli Papua.
“Kalau dilihat mahasiswa kami yang ada di wilayah lain dengan masyarakat dari luar daerah misalnya Makassar, Jogja dan lainnya, mereka lebih banyak dari pada mahasiswa kami yang ada di daerah mereka,” ketusnya.
Apalagi kata John Willi, mahasiswa Papua juga bebas mendapatkan pendidikan dimana pun mereka berada di Negara Republik Indonesia ini, sehingga tidak boleh dibatasi.
“Jika kita bandingkan mahasiwa kami yang ada disana dengan mahasiswa Makassar, dan mahasiswa Jogya, yang ada di Papua, ada berapa banyak sih. Kami di Papua ini adalah orang yang mengenal Bhineka Tunggal Ika, dan semua suku bangsa Indonesia ada disini, apalagi toleransi beragama di Papua kami selalu jaga, jadi biarkan juga mahasiswa kami mengecam pendidikan di daerah lain,” tekannya.
Untuk itu, pihaknya meminta, jangan ada pihak-pihak yang bermain di balik aksi itu. Jangan sampai hal itu justru akan menjadi masalah kemudian hari hingga ke Papua.
“Mahasiswa bebas berekspresi dan itu hal biasa. Karena setiap warga negara berhak sampaikan aspirasi atau pendapat di muka umum secara lisan maupun tertulis. Dan itu sudah jelas dalam UU Nomor 9 tahun 1998,” tegas Jhon Willi.(Tiara)