MERAUKE, REPORTASEPAPUA.COM – Persoalan keabsahan ijazah salah satu Calon bupati pada Pilkada serentak di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Dipertanyakan Ke Penyelenggara Pemilu KPU Merauke. Hingga berakhirnya pesta demokrasi Pilkada serentak 9 Desember 2020, Masalah ini terus dipertanyakan oleh Salah seorang warga masyarakat sekaligus Tokoh Intelektual Merauke, Aloysius Dumatubun.
Di Merauke, Minggu hari ini, ia mengatakan, pada 15 Desember 2020 pihaknya telah melayangkan surat kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI di Jakarta yang berisi Permohonan Penundaan Pleno dan Penundaan Penetapan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Hasil Pilkada 9 Desember 2020.
“Bahwa ternyata Salah satu calon Bupati , pada saat melakukan pendaftaran melalui Penyelenggara Pemilu/ Komisi Pemilihan Umum Merauke, tidak dapat menunjukkan keaslian Tanda Kelulusan berupa ijazah, dan hanya menunjukkan surat Keterangan Lulus yang pernah dikeluarkan pada lima tahun lalu tanggal 7 Agustus 2015 oleh Kepala Sekolah SMA YPPK Yoanes XXIII Merauke, Drs Kiko Aloysius dan diketahui oleh Plh. Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Merauke, Benhur Rentandatu,S.E,” kata Aloysius mengutip suratnya yang dikirim kepada DKPP itu.
Menurut Aloysius, apa yang disampaikan kepada DKPP RI itu justru berdasarkan Peraturan KPU Nomor.9 Tahun 2020 tentang Perubahan keempat atas Peraturan KPU No.3 Tahun 2013 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota, maka untuk memenuhi persyaratan admnistrasi negara, setiap calon Bupati dan Wakil Bupati wajib memenuhi syarat adminsitrasi sebagaimana diamantkan peraturan tersebut.
Apabila ditinjau dari sisi hukum adminsitrasi negara, lanjut Aloysius, ternyata penyelenggara Pemilu/KPU di Kabupaten Merauke telah melanggar aturan tersebut dan yang lebih fatal lagi adalah surat keterangan tersebut justru dikeluarkan pada 7 Agustus 2015 padahal ketentuan peraturan adminsitrasi KPU Menyatakan bahwa apapun surat keterangan yang dilampirkan dalam Memenuhi Persyaratan Pendaftaran maka surat keterangan tersebut wajib diperbaharui sesuai kebutuhan dan disesuaikan dengan tanggal, bulan dan tahun pendaftaran yakni tahun 2020.
“Mencermati kasus yang sangat krusial ini sekaligus setelah mengkaji Peraturan KPU nomor 9 Tahun 2020 perubahan keempat atas peraturan KPU nomor 3 tahun 2013 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati dan/atau walikota , maka kami menyatakan bahwa Penyelenggara Pilkada di Kabupaten Merauke yang dalam hal ini KPU Merauke telah melakukan pelanggaran administrasi negara,” tegas Aloysius.
Atas dasar peraturan yang berlaku itulal maka pihaknya menyurati DKPP RI memohon kiranya menunda pleno hasil Pilkada serentak Kabupaten Merauke sekaligus menunda penetapan bupati dan wakil bupati sampai ada penyelesaian resmi oleh KPU Merauke.
Jadi, lanjut Aloyisus, dalam proses Pilkada serentak tahun 2020 ini, telah terjadi begitu banyak kejanggalan adminsitrasi di penyelengara Pemilu/KPU Merauke.
“Penjernihan kasus dugaan penyalahgunaan ijazah dan gelar kesarjanaan paslon menjadi hal yang sangat penting dan sangat mendesak agar publik khususnya rakyat Kabupaten Merauke benar-benar merasa tidak dibohongi. Kita harus menegakkan kebenaran dan kejujuran agar tidak ada dusta di antara kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia di wilayah Selatan Tanah Papua ini. Jika kasus ini tidak dijernihkan, maka akan merupakan pendidikan politik berdemokrasi yang sangat buruk bagi seluruh rakyat Kabupaten Merauke khususnya generasi muda di Tanah Papua,” tegas Aloysius (rdk)