SERUI, reportasepapua.com – Hasil reses Komisi I DPR Papua di Kampung Kamanap, Distrik Kosiwo, Kabupaten Kepulauan Yapen Barat
Menemukan banyak masalah. Baik terkait masalah Bandara Stefanus Rumbewas kemudian hak ulayat dan masalah tapal batas.
Hal ini yang dikeluhkan masyarakat kampung Kamanap terkait pembayaran Bandara Stefanus Rumbewas yang ternyata sudah sekian tahun belum ada penyelesaian pembayaran hak ulayat tanah bandara dari pemerintah.
Dalam pertemuan dengan masyarakat kampung Kamanap, Wakil Ketua Komisi I DPR Papua Tan Wie Long dan Anggota Komisi I DPR Papua, Yonas Alfons Nussy didampingi beberapa staf DPR mengatakan, sesuai dengan fungsi dan tugas kerja DPP Papua. khususnya Komisi I bidang Pemerintahan, Pertanahan, Tapal Batas, Politik, Hukum Dan HAM, turun ke lapangan guna menjaring aspirasi saat melakukan reses. Reses ini pun dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk bagaimana menyerap aspirasi masyarakat.
Bahkan lanjut Politisi Partai Golkar ini, dari hasil reses itu terungkap jika pembayaran harga tanah bandara Kamanap tidak sesuai harapan masyarakat, Pasalnya pemerintah membayar ke masyarakat sebagai pemilik lahan atau tanah tidak sesuai standar dan parahnya lagi pembayarannya dalam bentuk panjar atau di cicil.
Lanjut dikatakan, selain membahas pembayaran bandara juga terkait masalah tapal batas, dimana masyarakat meminta agar harga tanah ditetapkan sesuai dengan UU dan peraturan pemerintah.
“Masyarakat meminta agar, hak adat masyarakat harus dilindungi oleh DPRP dengan membangun satu organisaai masyarakat, supaya dia menjaga miliknya,” kata Tan Wie Long.
Bahkan salah satu anak dari SMA tersebut membeberkan jika, pembayaran tanah bandara itu ada nota yang ditulis dengan pensil. Yang masyarakat terima lain dan jumlah di nota itu lain. Ini yang kami takutkan.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Papua, Yonas Alfons Nussy mengatakan, jika dalam pertemuan dengan masyarakat, pihaknya menangkap bahwa ada persoalan di masyarakat terkait dengan proses digunakannya lahan milik rakyat yakni lahan produksi.
“Lahan produksi ini ada coklat, kelapa. Pokoknya macam-macam sebagai are bandara di Kamanap. Dari rentetan komunikasi yang kita bangun dan kita serap, memang ada banyak masukan dan keluhan yang kita dapatkan yang harusnya kiya sebagai DPR, harus secepatnya mengkomunikasikan hal ini kepada semua pihak yang terlibat dalam penggunaan areal teraebut,”kata Nussy.
Dimana menurut Nussy, negara telah menggunakan lahan rakyat ini untuk kepentingan umum. Dan rakyat pada posisi ini tidak keberatan, tetapi sewajarnya sebagaimana sebagai mana ketika lahan itu dipakai, karena ini lahan produkasi dan ketergantungan masyarakat semua ada disitu, baik coklat juga kelapa.
Namun kata Nussy, saat pihaknya mendengar bahwa dalam proses pembayar pada bandara itu tidak wajardalam kurung waktu yang panjang.
“Pembayarannya itu malah di cicil atau secara panjar, sebab belum ada terlihat kontrak atau perjanjian yang jelas sebagai masyarakat yang hidup dalam negara NKRI ini,” tuturnya
Menurutnya, ini hal-hal yang mencederai kehidupan posisi negara, yang mana rakyat tidak merasa nyaman hidup dalam negara ini.
Untuk itu, dari pertemuan ini, pihaknya akan segera menerima aspirasi itu, dan akan segera jadwalkan pertemuan dengan pemerintah daerah, bahkan pemerintah provinsi untuk dapat memberikan penjelasan kepada rakyat lewat DPR, sehingga rakyat juga ini mendapatkan jawaban terhadap status tanah mereka, yang ketika dibayar secara panjar atau cicil itu berdasarkan aturan apa dan perjanjian seperti apa, ini harus dibuka.
“Dengan demikian jika lahan ini akan dipakai dan di kembangkan seterusnya oleh pemerintah untuk oengembangan bandara, ya wajar-wajar saja, asalkan status lahan ini menjadi jelas dan cara pembayarannya juga sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku,” tandas Nussy.
Hanya saja disisi lain lanjut Nussy, ada galian C yang ada di areal kampung itu, juga menjadi persoalan tersendiri dengan ada berbagai kotraktor yang mengerjakan bandara maupun mengerjakan jalan.
“Galian C ini seperti pasir dan batu juga karang, itu dibeli denga harga yang tidak wajar juga. Dan ini juga mencederai kehidupan bangsa dan negara dalam sebuah kekuatan negara yang ada ini. Jadi kita sangat prihatin dengan kondisi ini. Ini baru Kampung Kamanap yang kita temui belum di wilayah-wilayah lain yang mungkin mengalami nasib yang sama,” bebernya.
Nussy menambahkan, ia bersama Ketua Komisi I, hadir untuk mencermati dan menangkap aspirasi ini untuk segera di perjuangkan.
“Jadi fungsi dan tugas DPR ini harus mampu mengkomunikasikan hal ini dan mengundang pemerintah untuk memberikan penjelasan terkait dengan apa yang dialami oleh masyarakat Kampung Kamanap, khususnya status bandara, tetapi juga ada galian-galian C yang sampai saat ini juga belum ada regulasi atau aturan yang dapat mereka jadikan patokan. Sehingga mereka tidak mengalami kerugian dan juga hak mereka bisa didapatkan dengan baik,” terangnya. ( tiara )