Sentani, Reportasepapua.com – Pamalangan SD YPK Onomi Flavouw Sentani, menurut Ketua Badan Pengurus Yayasan Pendidikan Kristen (BP-YPK) Tanah Papua, Dr. Nommensen Mambraku, ini adalah yang keskian kalinya.
Dirinya juga mengaku bahwa saat ini pihaknya tengah mencari format penyelesaian yang baik dengan semua pihak yang berkepentingan dengan lokasi berdirinya sekolah tersebut saat ini.
“Dua Tahun lalu masalah ini sudah sampai ke kami dan saya sudah turun langsung tetapi disitu ada dua kubu yang bersilang kepentingan sehingga kalau saya menyelesaikan pada satu kelompok pasti kelompok yang satu akan complain” katanya saat ditemui wartawan di Kantor Bupati Jayapura, Senin (12/02/2019) lalu.
Dr. Nommesen mengungkapkan pada pertemuan dua tahun lalu di Obhe (Rumah Adat Suku Sentani) dengan keluarga besar Yoku dirinya sudah meminta kepada Frans Alberth Yoku selaku Ondo di Kampung Ifar Besar agar dapat merangkul dua kubu yang berseberangan untuk menyelesaikan masalah ini secara internal.
“Setelah selesau secara internal baru hasil dari pembicaraan itu dibawa ke YPK lalu kami melihat untuk mencari jalan keluar untuk memecahkan permasalahan ini dengan perhitungan-perhitngan dasar” ungkapnya.
Dirinya juga menurutkan bahwa YPK bukanlah organisasi yang mengejar profit tetapi adalah lembaga swadaya masyarakat yang berkembang atas dasar kemanusiaan untuk pelayanan social.
Terkait pemalangan ini diriya juga mengaku telah menemui Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw dan Bupati sudah bersedia untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan para pemilik tanah secara bertanggungjawab dan secara kemanusiaan baik kepada pihak kelompok pemilik tanah dan juga yayasan.
“Dalam waktu dekat ini kami akan menyerahkan berkas-berkas kami kepada Pak Bupati untuk beliau pelajari dan mengambil kebijakan nantinya” tuturnya.
Dr. Nommesen kembali mengungkapkan bahwa keuda belah pihak ini memiliki tujuan yang sama hanya saja ada posisi mereka saja yang berbeda sehingga pihaknya tidak bisa menyelesaikan permasalahan ini sepihak saja.
“Mesti kedua belah pihak ini duduk bersama-sama baru diselesaikan itu juga sudah saya laporkan kepada pak bupati sebagai penguasa di Kabupaten Jaypaura” tandasnya.
Dijelaskannya SD YPK Onomi ini dahulunya berada di Ajau. Berdasarkan pertimbangan keluarga besar Yoku pada masa itu sehingga Ondoafi Besar Yoku meminta sekolah itu dipindahkan ke dari Ajau ke Flavouw karena jaraknya terlalu jauh.
“Dengan tanah yang diserahkan oleh keluarga Yoku pada waktu itu. Sehingga pada penyerahan tanah waktu itu tidak ada penyelesaian dan pembicaraan soal teken gift memberi dan menerima. Karena waktu keluarga Yoku memberikan tanah itu kepada YPK untuk membangun sebuah lokasi disitu untuk kependtingan pendidikan anak-anak mereka” jelasnya.
“Paradigma seperti ini adalah paradigma yang biasa saja pada masa lalu tetapi paradigma seperti itu akan berubah pada masyarakat modern.
Jadi sampai saya menjadi ketua BP-YPK memang tidak ada proses penyelesaian pembayaran tanah di wilayah itu. Karena memang tidak pernah dibicarakan sebelumnya dengan YPK yang dibicarakan adalah bagaimana YPK punya sekolah sehingga anak-anak bisa mengikuti semua proses belajar mengajar” sambungnya.
Lebih lanjut dikatakannya, dirinya sudah dua kali bertemu dengan Frans Alberth Yoku untuk membicarakan hal ini karena ini untuk kepentingan sekolah anak-anak yang menjalani pendidikan di sekolaj tersebut.
“Saya selesaikan kalau saya bilan A ya A dan saat saya bilang finis maka finis tidak pernah tertunda-tunda ibarat tali saya taru diatas kayu dan saya potong sekaligus putus. Dan Albert Yoku tahu sikap saya tetapi yang satu ini tidak bisa karena ada dua kubu yang silang kepentingan dan beliau disitu saya minta sebagai ondoafi besar harus menyelesaikan masalah ini. Jangan serahkan masalah ini ke YPK karena YPK tidak ada kepentingan tentang itu. Saya dengan Beliau ngomong begitu” tambahnya.
Menurutnya, apabila pemalangan ini terus berlarut-larut maka yang akan jadi korban bukanlah pihak YPK ataupun keluarga besar Yoku tetapi adalah anak-anak peserta didik.
“Jadi pak Yoku sebagai seorang pimpinan besar ya, harus bertemu dengan saya lalu bicara agar konsisten. Sampai hari ini persoalannya menggantung, mengantung bukan di YPK tapi di Bapak Frans Albert Yoku. Sampai saat ini masih dipalang dan anak-anak sekarang belajar di gereja” tukasnya.
Ditanyai soal tutuntan, Dr. Nommesnse menuturukan bahwa nilai yang dituntut oleh Frans Alberth Yoku adalah sebesar Rp. 600. 000.000,- tetapi pihak yang kedua menuntut kepada pihaknya sebesar sebesar Rp. 4.1 Miliar.
“Jadi ini kamu harus sama sama duduk baru bicara itu saya mau mereka harus bicara secara terbuka supaya semua orang mengerti persoalan persoalan seperti itu. Sebagai seorang ondo beliau harus bicara tegas kepada bawahannya kalau kita sudah putuskan begini itu gini jangan sudah diputuskan begini satu datang dengan cara yang lain” jawabnya.
“Yang dulu mengajukan sekolah ini adalah orang-orang kita disitu dan sebagai tanggung jawab yayasan wajib melaksanakan itu karena orang tua kita dulu menyerahkan tanah untuk pembangunan sekolah itu supaya anak-anak mereka dididik disitu. Singkat saya memang tanah itu belum pernah kita bayar karena sejak tanah itu diserahakn oleh orang tua tidak pernah dibicarakan berapa banyak unag yang harus dibayarkan untuk tanah itu” pungkas Nommesen Mabraku.
Sementara itu Ondofolo besar Kampung Ifar Besar, Frans Alberth Yoku yang ditemui wartawan di kediamannya di Sentani, Selasa (12/02/2019) mengatakan, untuk menyelsaikan permasalahan ini seluruh pihak harus duduk bersama agar menemukan jalan keluar yang terbaik.
“Dua tahun lalu permasalahan seperti ini memang pernah terjadi juga tapi itu tidak berlangsung lama. Karena pada saat pemalangan hari itu saya juga meminta agar palang itu dibuka dan pada sore harinya sudah ada kesepakatan dengan pemilik tanah yang bersertifikat bahwa itu akan dibayar dalam waktu dua minggu” katanya.
Dirinya juga menggaris bawahi bahwa tanah yang dibicarakan ini adalah tanah bersertifikat. Ia pun mengaku kaget denga harga yang ditawar oleh pihak YPK dan disetujui oleh pemilik tanah bersertifikat yakni Adolf Yoku.
“Saya ini juga orang GKI di Tanah Papua dan saya dibentuk oleh YPK dulu sebelum ke luar negeri tapi saya kaget, beliau sebagai pemilik setifikat setuju saja dan kemudian disesuaikan dengan NJOP, dan karena itu untuk gereja maka kita setuju saja” tandasnya
Frans Alberth Yoku juga menambahkan, dirinya sangat marah karena pihak YPK sendiri tidak memenuhi janji yang disampaikan dua tahun lalu di Obhe.
“Setelah kami tunggu 2 minggu hingga hari ini dua tahun lebih janji itu tidak terealisasikan sama sekali sehingga saya sangat marah karena tidak memenhui janji. Sementara saya dengar YPK lari bicara dengan satu kelompok liar untuk bicara tanah yang sama saya bilang oh tidak. Saya tidak punya gelar didepan dan belakang nama saya tapi apa yang dilakukan oleh YPK itu salah. Seharusnya, mereka mencari orang yang miliki sertifikat ini” tegasnya.
“Jadi masalah ini sebenarnya sudah bisa selesai dua tahun lalu. Harga yang mereka minta itu pemilik sertifikat setuju. Ada delapan ruko yang berada di depan sekolah tersebut dan semua ruko itu bersertifat karena pemilik bisnis itu langsung urus pembelian ruko itu kepada pemilik sertifkat langsung langsung bukan sama kelompok liar” tambahnya.
Frans Alberth Yoku juga mengungkapkan bahwa dirinya bukan atasan atau bawahan siapa-siapa “sehingga saya berani katakan gratifikasi dan korupsi bisa terjadi di gereja. Saya tidak tahu di gereja lain tapi di gereja saya bisa terjadi dan sering terjadi” ungkapnya
Dinya juga berharap agar pimpina YPK tidak terjerumus ke dunia itu, “dengan kelompok pinggiran jalan ini yang bukan pemegang sertifikat mau 4 miliar pasti orang YPK pikir kira-kira bagian kami berapa ya seperti itu. Pemerintah tidak berani bicara tapi saya berani bicara karena itu gereja saya dan saya bukan bawahan siapa-siapa” tambahnya lagi.
Dirinya mencurigai, saat ada kelompok yang menyebut angka Rp 4 Miliar sehingga ketua yayasan beralih ke kelompok tersebut.
“Karena mereka tidak urus dengan pemilik yang sudah diakui oleh Negara dengan sertifikat sama seperti pemilik ruko. Kalau saya mau beli salah satu ruko ya saya urusnya dengan pemilik ruko karena hak ada disana dan kami sudah lepas. Pak Adolof tidak perlu jadi orang lain untuk membeli ruko itu karena haknya sama. Kalau ada orang lain yang berkepentingan ya setelah dibayar kam pi urus sudah karena saya tidak punya kepentingan disitu sebagai pimpinan adat” pungkasnya.
Adolf Yoku pemilik tanah bersertikat yang ditemui ditempat yang sama menungungkapkan dalam pertemuan dengan pihak YPK yang dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2017 lalu itu dipimpin langsung oleh Ondofolo besar Kampung Ifar Besar, Frans Alberth Yoku.
Pertemuan itu menurut Adolf dihadiri langsung oleh PSW YPK, Pemerintah Kabupaten Jayapura dari Dinas Pendidikan, Pertanahan dan pihak Sekolah, gereja serta dirinya sendiri seabagai pemilik sertifikat tanah.
“Kami sudah bicara sudah selesai pada tahun 2017 lalu dan kami hanya menunggu dan ada tim kecil langsung melakukan pengukuran kembali lagi karena masuk dalam tahap pembayaran seusai dengan pembicaraan di Obhe sini. Jadi tim ini turun ukur ternyata dari setifikat dan tim dari dinas petanahan ukur ada sedikit lebih kurnagnya ada disana jadi 3058 m2 .
Dengan data itulah pihak pemerintah melalui dinas pertanahan itu membuat surat pengantar lengkap dengan dokumen tanah mulai dari hasil-hasil pertemuan pelepasan tanah sertifikat lengkap dan hasil pengukuran terakhir untuk di kirim ke YPK untuk proses pembayaran. Termasuk NJOP yang berlaku pada saat itu.
“rupanya janji dari YPK hanya tinggal janji yang harusnya diselesaikan pada minggu kedua dari tanggal 30 Mei 2017 seharusnya pada 14 juni mereka sudah harus membayar tetapi mereka tidak lakukan. Ya terlanjur pak Ondo perintahkan adiknya harus buka palang dan anak-anak sekolah seperti biasa dan itu tidak ada masalah belajar sampai buntutnya kemarin dipalang lagi sampai dengan saat ini kami sudah pertemuan kemarin hari sabtu ya belum ada kesepakatan sehingga palang itu tetap tidak dibuka karena YPK tidak mau selesaikan apa lagi berjanji di Obhe itu tidak boleh main-main. Jadi walaupun saya pemilik sertifikat tapi kalau pimpinan adat sudah nyatakan seperti itu ya kami menunggu saja segera proses pembayaran itu dipercepat” ungkapnya.
“Kami juga sayangkan anak-anak masih belajar disekitar halaman gereja sebagai pemilik tanah juga ya kami sayangkan itu oleh sebab itu YPK harus cepat untuk pembayaran itu. Tidak ada alasan untuk kedua kelopok apa yang untuk ondo fasilitasi jadi itu tolong dicatat untuk tidak memfasilitasi kelopok-kelompok di luar yang tidak punya surat dan dokumen tanah untuk dirujuk dan dibicarakan lagi di Obhe sini” tambahya.
Lebih lanjut, Adolf Yoku menyarankan agar pihak YPK silahkan mengacu saja dengan pemilik sertifikat. “Harga dulu tahun 2017 yang terbaik kita ambil di Obhe itu dengan harga YPK tidak ada permintaan dari pemilik, ondofolo ataupun yang tidak punya hak atas tanah itu Rp400.000/meter. Tapi karena melakukan penipuan sehingga ingkar janji sudah harga yang saya kasih di dokumen terakhir melalui dinas petanahan itu Rp. 500 ribu permeter. Itu sudah, harga dari pemilik sertifikan dan itu dicatat 500 ribu permeter jadi kuarng lebih totalnya itu 1.5 miliar harus dibayar. Jadi kalau dipercepat pebayaran buka palang juga akan dipercepat” pungkasnya. (yurie)