JAYAPURA,REPORTASEPAPUA.COM – Untuk bisa ikut menjadi peserta Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2019, Pengurus DPP Partai Papua Bersatu (PPB) sebagai partai lokal pertama di Papua, meminta dukungan DPR Papua agar partai lokal dapat diperjuangkan.
Ketua Umum DPP Partai Papua Bersatu, Kris Fonataba bersama pengurus sempat diterima Ketua Bapemperda DPR Papua, Ignasius W Mimin didampingi Wakil Ketua Bapemperda, Emus Gwijangge dan anggota, Tan Wie Long, Kusmanto, Mustakim dan Arnold Walilo di ruang Bapemperda DPR Papua.
Pada kesempatan itu, Kris Fonataba memaparkan sejarah pendirian dan perjuangan Partai Papua Bersatu untuk bisa ikut dalam Pileg tahun 2019.
Dijelaskannya, Partai Papua Bersatu didirikan 2014, hingga ada SK Kemenkumham pada Januari 2014, namun dibekukan. Pada 12 Februari 2014, pertemuan dengan Direktur Tata Hukum Negara Kemenkumham, kemudian ia menyerahkan SK Pembentukan 29 DPD Partai Papua Bersatu kepada Kemenkumham di Jakarta, sehingga melahirkan berita acara perbaikan dokumen Partai Papua Bersatu.
Kemudian secara hukum positif, lanjut Kris Fonataba, Kemenkumham memberikan ruang kepada rakyat Papua untuk membentuk partai politik lokal di Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Pada 6 Maret 2015, saya melaporkan ke bapak gubernur. Disitulah, kemudian ada semangat draf Perdasus Partai Lokal. Regulasi ini berjalan terus, sampai 13 Oktober 2017, kami daftar secara resmi ke KPU Papua berdasarkan PKPU Nomor 7 Tahun 2017 dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,“ jelas Fonataba.
Akhirnya pada 26 September 2018, kata Kris Fonataba, Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, SE, MM mengeluarkan disposisi catatan kepada Biro Hukum Setda Papua agar dibuat proses partai lokal sesuai dengan aturan yang berlaku.
Maka atas dasar itulah, ungkap Kris Fonataba, Partai Papua Bersatu telah mendorong bakal calon anggota DPR kepada KPU Papua dan KPU Papua memberikan ruang.
“Hanya penjelasan dari Ketua KPU Papua, beliau menunggu legitimasi dari pemerintah Provinsi Papua,“ ungkapnya.
Terkait penolakan Perdasus Partai Lokal, bersama dua perdasus lainnya, Kris Fonataba mengatakan, jika ada putusan MK 137 tahun 2015, yang menggugurkan pasal 251 dan 144 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
“Jado disitu, mengatur bahwa Mendagri tidak punya kewenangan menolak peraturan daerah yang diusulkan pemerintah daerah seluruh Indonesia. Setiap peraturan daerah yang diusulkan pemda jangka waktunya 30 hari, jika Mendagri tidak melakukan penomoran, maka sah demi hukum,“ terangnya.
Kris menambahakan, atas dasar itu juga, lalu pihaknya menyampaikan kepada gubernur dan wakil gubernur untuk tiga perdasus itu, termasuk partai lokal dimasukkan ke lembaran daerah.
“Kami datang dengan cucuran air mata dan tumpahan darah diatas negeri ini, kami anak-anak bangsa di ufuk timur persada nusantara ini, kami mohon pertemuan ini melahirkan rekomendasi untuk Pemprov Papua untuk melihat jerih payah kami dan biarkan tahun 2019, Partai Papua Bersatu bisa ikut sebagai peserta pemilu,“ harapnya.
Menanggapi aspirasi itu, Ketua Bapemperda DPR Papua, Ignasius W Mimin mengaku jika Bapemperda DPR Papua telah menuangkan partai lokal dalam peraturan daerah tahun 2016, bahkan sudah diserahkan kepada Kemendagri, namun sampai saat ini belum ada respon.
“Ya, jika memang sudah ada aturan jelas, 30 hari lewat. Ya, kami akan lakukan apa yang kami mau, sepanjang tidak bertentangan dengan NKRI,“ tegas Mimin.
Untuk itu, pihaknya akan menindaklanjuti pertemuan itu, pada Senin (19/11/18) dan akan mengundang Biro Hukum dan Kesbangpol Provinsi Papua untuk melakukan pertemuan berikutnya.
“Kami minta mereka untuk memberikan jawaban dan tanggapan terkait partai lokal ini, termasuk memberikan penomoran perdasus partai lokal untuk masuk dalam lembaran daerah,“ ujar Mimin kepada Wartawan usai pertemuan di ruang Bapemperda DPR Papua.
Poliitisi Partai Golkar ini menambahkan, tentu saja semua orang Papua akan bangga dengan hadirnya partai politik lokal, yang diurus oleh orang asli Papua sendiri.
“Siapa yang tidak bangga di negeri sendiri, ada partai politik lokal sesuai perintah dari UU Otsus. Itu sudah jelas, tapi kenapa ada perdasus tahun 2016, tapi belum ada respon dari pemerintah pusat. Kalau begitu itu, ada aturan yang melindungi bahwa setiap ada perda yang sudah diajukan ke Mendagri, selama 30 hari tidak ada jawaban, maka daerah berhak memberikan penomoran dan dijalankan,”tutupnya. (tiara)