NETWORK : RakyatPos | ValoraNews | KupasOnline | TopSumbar | BanjarBaruKlik | TopOne | Kongkrit | SpiritSumbar | Basangek | MenaraInfo | Medikita | AcehPortal | MyCity | Newsroom | ReportasePapua | RedaksiPos | WartaSehat JetSeo
NSPK Dinilai Solusi Melegalkan Kayu Masyarakat Adat – Reportase Papua

NSPK Dinilai Solusi Melegalkan Kayu Masyarakat Adat

banner 120x600

Jayapura, reportasepapua.com – Legislator Papua, John NR Gobai mengatakan, bahwa Norma Standar  Prosedur, dan Kriteria (NSPK) merupakan salah satu solusi melegalkan kayu yang dikelolah oleh maayarakat adat yang berasal dari hutan.

Untuk itu, Anggota Bapemperda DPR Papua ini meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) perlu segera menerbitkan NSPK agar Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan (IUPK) Masyarakat Hukum Adat (MHA) dapat dikeluarkan, sehingga masyarakat adat bisa mengelola hutannya.

“Jadi dengan begitu kayu milik masyarakat adat itu bisa mendapatkan perizinan, seperti penjelasan Dinas Kehutanan Provinsi seperti itu,” kata John Gobai kepada Wartawan, baru-baru ini.

Selain itu kata Gobai, Majelis Rakyat Papua (MRP), DPR Papua dan gubernur harus sepakat agar segera membahas dan mengesahkan Raperdasus Masyarakat Adat, karena dalam Raperdasus itu, mengatur tentang hutan adat. 

Sehingga lanjut John Gobai, masyarakat adat berhak mengelola hutannya. Hutan yang dimaksud adalah hutan adat, karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 35 tahun 2012 menyatakan hutan adat, bukan hutan negara.

“Sebenarnya bab itu  dimasukkan dalam Raperdasus Masyarakat Adat sebagai bentuk implementasi putusan MK. Itu salah satu solusi supaya kayu-kayu milik masyarakat adat tidak menjadi incaran aparat penegak hukum dan tidak lagi disebut ilegal,” tekannya.

Namun kata Gobai, bagian penting lainnya yang harus disepakati terkait hutan adat. Misalnya perbedaan pandangan masyarakat adat Papua yang menilai berhak atas hutannya. 

“Artinya hutan yang ada di dalam wilayah adat adalah hutan adat dan dapat dikelola, dan diusahakan, serta hasilnya dari hutan itu dijual oleh masyarakat adat karena itu adalah hak mereka sebagai pemilik atas tanah dan hutan tersebut,” jelasnya.

Sementara prespektif Jakarta, kata John Gobai, itu untuk mendapat pengakuan sebagai hutan adat, sehingga ada berbagai tahapan. 

“Tahapan itu melalui dentifikasi masyarakat adat dan lainnya, sesuai dengan Permendagri nomor 52 tahun 2014, tentang pedoman pengakuan masyarakat hukum adat,” ungkapnya.

Hanya saja kata Gobai, persepsi itulah yang sulit diterima oleh masyarakat adat Papua dan tentunya juga sangat bertentangan dengan realita di Papua serta UUD 1945 Pasal 18B ayat 1 dan 2 dan UU No 21 Tahun 2001.

Oleh karena itu, pihaknya berharap, serta pihak Jakarta juga harus bisa memahami konteks lokal Papua. Artinya apa yang ada menjadi pemahaman lokal atau adat di Papua, haruslah diakui oleh Jakarta dan dapat diakomodir dalam sebuah regulasi.

“Dalam pertemuan dengan masyarakat adat, Kamis, 17 Januari 2019, di ruang pertemuan DPR Papua, kami juga mendapat informasi bahwa kayu yang ditahan di Makasar dan Surabaya adalah kayu masyarakat adat Papua yang dikerjakan oleh masyarakat adat,” katanya. 

Menurutnya, dengan memahami Putusan MK nomor 35 tahun 2012 dalam konteks Papua, dan karena  menunggu NSPK yang sudah tujuh tahun belum diterbitkan KLHK, maka ini berarti kayu menjadi ilegal karena kelambatan KLHK mengeluarkan NSPK.

“Jika kayu mereka disebut ilegal, saya khawatir mereka merasa dianggap WNI ilegal. Ini dapat memunculkan semangat disintegrasi bangsa. ini adalah kondisi

yang harus bisa dipecahkan secara bijaksana tanpa harus disebut ilegal,” tandas John Gobai.

Untuk itu, tegas John Gobai, pemerintah juga harus jujur, mereka juga menjadi penyebab karena belum membuat NSPK dan belum memberikan pembinaan kepada masyarakat adat Papua. 

Bahkan ia menilai, Pemerintah lebih pro kepada Hak Pengolaan Hutan (HPH), ketimbang masyarakat, sehingga ada ketidakadilan yang dialami masyarakat adat.

“Untuk itu jangan sebut kayu masyarakat ilegal karena mereka mengambilnya dari tanah adatnya sendiri. Jangan sebut kayu ilegal karena mereka yang berusaha adalah WNI bukan WNI ilegal, dan pemerintah pusat selama tujuh tahun belum mengeluarkan NSPK untuk kayu masyarakat adat Papua, maka itu harus dapat diakui oleh pemerintah, dan harusnya tidak menahan dari kayu Papua di Makasar dan Surabaya,” ketusnya.

John Gobai menambahkan, KLHK harus dapat segera mengeluarkan NSPK untuk kayu masyarakat adat Papua.(tiara)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *