Jayapura, reportasepapua.com – Majelis Rakyat Papua (MRP) telah memberikan rekomendasi dan pertimbangan terhadap dua rancangan peraturan daerah khusus (Raperdasus) yakni raperdasus tentang Masyarakat Adat dan raperdasus tentang perubahan kedua atas Perdasus Nomor 25 Tahun 2013 tentang Pembagian, Penerimaan dan Pengelolaan Keuangan Dana Otonomi Khusus.
Namun, dari dua raperdasus itu, hanya Raperdasus tentang Perubahan Kedua atas Perdasus Nomor 25 Tahun 2013 tentang Pembagian, Penerimaan dan Pengelolaan Keuangan Dana Otonomi Khusus yang diberikan persetujuan.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua II DPR Papua, Fernando AY Tinal ketika memimpin Rapat Paripurna DPR Papua, Selasa (15/1).
“MRP telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Raperdasus Pembagian Dana Otsus,” kata Fernando Tinal.
Sementara itu, kata Fernando Tinal, Raperdasus tentang Masyarakat Adat, MRP menyatakan tidak memberikan pertimbangan dan persetujuan serta menyatakan ditangguhkan pembahasannya.
Anggota Bapemperda DPR Papua, John NR Gobai mengakui jika MRP telah menyurat kepada DPR Papua terkait kedua raperdasus yang diminta DPR Papua untuk diberikan pertimbangan dan persetujuan, Senin (14/1).
Dikatakan, untuk Raperdasus Pembagian Dana Otsus telah diberikan pertimbangan dan persetujuan oleh MRP, namun untuk Raperdasus Masyarakat Adat belum mendapatkan persetujuan MRP.
Jhon Gobai mengaku heran dengan tidak diberikannya persetujuan terhadap Raperdasus Masyarakat Adat oleh MRP tersebut.
“Saya bingung. Padahal, Raperdasus Masyarakat Adat itu adalah hal yang penting dan mendesak. MRP tidak bisa begitu saja menunda, DPR Papua mendorong itu, karena hal yang sangat penting,” tandasnya.
Apalagi, lanjut John Gobai, terkait dengan kasus ilegal logging di Papua, dimana dalam raperdasus itu mengatur hak masyarakat adat, antara lain hak atas hutan.
“Nah, Permen LHK itu kan diperintahkan untuk membuat pergub, pergub itu kan turunan dari perdasus atau perdasi. Nah terkait hutan adat itu hak adat,” tekannya.
John Gobai menambahkan, jika raperdasus masyarakat adat itu adalah mendesak untuk disahkan. Untuk itu, ia mengajak MRP untuk berpikir kembali atas raperdasus itu.
“Info yang saya dapat, dua pokja menyetujui dan satu pokja tidak. Kalau masuk kebiasan demokrasi, itukan suara terbanyak, mestinya atas nama demokrasi dan kebutuhan masyarakat, mestinya MRP menyetujui itu,” tekannya.
Namun al#asan mereka belum memberikan persetujuan terhadap Raperdasus Masyarakat Adat? John Gobai mengaku tidak paham. Mestinya, MRP harus memberikan alasan yang jelas.
“Mestinya mereka bisa memberikan pertimbangan dan menyetujui, mana yang lebih penting, kita punya pandangan ataukah kebutuhan masyarakat adat?,” tegas John Gobai.(tiara)