JAYAPURA, REPORTASEPAPUA.COM – Adanya wacana akan dilakukan pemekaran baru atau Daerah Otonom Baru (DOB) Provinsi Tengah dan daerah lainnya di Papua, tampaknya hal tersebut ditolak keras oleh masyarakat Papua.
Dan sebagai bentuk penolakan, Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa, Rakyat pun melakukan demo damai di halaman kantor DPR Papua, Selasa (16/7/19), siang.
Sambil membentang spanduk yang bertuliskan, stop pemerakan dan Tolak DOB, dengan bergantian para perwakikan mahasisa melakukan orasi di halaman kantor DPR Papua.
Sebagai penanggung jawab aksi, Amos Kayame mengungkapkan, jika pemekaran sudah diwacanakan sejak 2003 berdasatkan UU no 45 tahun 1999 tentang pembentukan provinsi Irian Jaya Tengah, Irian Barat, dan Irian Jaya Timur serta diinstruksikan melalui inpres no 1 tahun 2003.
“Inpres ini menimbulkan dikalangan masyarakat asli Papua, pro kontra menyababkan pembentukan Irian Jaya Tengah ditunda kareana adanya, bentrokan dalam deklarasi pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah di Timika pada 24-25 Agustus 2003” kata Amos Kayame.
Bahkan kata Amos, hal ini juga ditolak oleh rakyat Papua. Pada 2013, wacana pemekaran tersebut diangkat lagi oleh segelintir elit politik Papua namun juga ditolak oleh mahasiswa dan rakyat Papua pada 3 Oktober 2013.
Namun kata Amos, kini hal tersebut telah diusulkan kembali oleh segelintir elit politik Papua mulai dari wilayah Meepago, Tabi, Saireri, Animha, Domberai dan beberapa wilayag di tanah Papua.
Menurutnya, jika ditinjau berdasarkan UU 32 tahun 2014 tentangan pemerintah daerah, sebenarnya Provinsi Papua tidak memenuhi standar hukum untuk dimekarkan sebagai sebuah daerah Otonomi Baru. Jumlah penduduk Papua 2018, sebanyak 4.247.358 jiwa.
Tetapi juga lanjut Amos, didominasi oleh non Papua apalagi setelah ada pemekaran tentu ada transmigrasi besar-besaran di seluruh tanah Papua juga akan diimbangi kekuatan militeri yang menimbulkan pergeseran budaya, kerusakan ekosistem alam dengan alasan pembangunan, masuknya kapitalisme global, eksploitasi dan depopulasi OAP secara drastis.
Amos menandaskan, dengan melihat wacana pemekaran provinsi dan kabupaten di seluruh tanah Papua, yang merupakan ancaman dan malapetaka bagi tananan kehidupan rakyat Papua maka mahasiswa dan rakyat Papua menyatakan sikap.
Adapun pernyataan sikan demonstran yakni, menolak semua upaya pemekaran di seluruh tanah Papua, menolak wacana pemekaran provinsi Papua tengah yang sedang berjuang oleh segelintir elit politik Papua.
“Kami meminta Pemprov Papua, DPRP, MRP segera memanggil elit politik yang sedang mewacanakan pemekaran Papua tengah,” tegasnya.
Poin keempat, demonstran menyatakan Dirjen Otda segera menghentikan atau mengeluarkan rekosmendasi penokan tegas atas pemekaran provinsi Papua Tengah karena tidak memenuhi syarat secara subjektif. Poin kelima, Presiden diminta menginstruksikan penolakan dan pemberhentian atas upaya pemekaran Papua Tengah.
“Alasannya karena bukan berdasarkan aspirasi murni rakyat melainkan kepentingan para elit politik. Kami juga meminta Pemprov, DPRP, MRP, bersama elit politik segera membuka ruang dialog dan mengakomodir semua stakeholder yang ada, guna mencari solusi terbaik,” ujarnya.
Selain itu, para elit politik Papua dimintas stop menjadikan rakyat dan generasi muda Papua untuk kepentingan pribadi seperti di Nabire, dan DPRP diminta menindaklanjuti aspirasi ini kepada DPR Papua dan Mendagri.
Setelah pendemo ditemui beberapa anggota DPR Papua di antaranya Laurenzus Kadepa, Nason Uti, Yulius Miagoni, Frits Tobo Wakasu, Thomas Sondegau, Yotam Bilasi, dan Ibu Inosentia dam beberapa lainnya.
Dihadapan massa, Laurenzus Kadepa mengatakan, jika pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi ini.
“Sebagai sikap pribadi saya sebagai anggota Komisi I DPRP, jelas menyatakan menolak DOB dan moratorium DOB hingga kini belum dicabut,” tegas Kadepa.
Terkait wacana pemekaran provinsi di Papua menurutnya, pemprov, DPRP, MRP posisinya sama dengan massa menolak wacana pemekaran itu. (TIARA)