SENTANI, Reportasepapua.com – Ketua Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Provinsi Papua, Elisa Bouway menilai bahwa pemberian gelar anak adat kepada Tommy Soeharto merupakan hal yang sangat keliru dan fatal.
Karena menurutnya, gelar anak adat adalah gelar yang sangat sakral bagi seluruh masyarakat adat Papua, khususnya Suku Sentani.
Dalam pemberitaan sebelumnya, yang berjudul ‘Tommi Soeharto Dikukuhkan Sebagai Anak Adat Sentani’ pengukuhan tersebut dilakukan oleh Abhu Afa dan dinyatakan telah resmi menjadi keluarga dari Simporo, Babronko dan Yoboy.
Pengukuhan tersebut juga disaksikan langsung oleh Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Sentani, Demas Tokoro.
“Dengan tegas, saya selaku Ketua LPRI Provinsi Papua yang juga adalah putra asli Papua menyampaikan bahwa apa yang dilakukan oleh Bapak Demas Tokoro itu adalah keliru. Karena dirinya telah membenarkan hal tersebut” kata Elisa Bouway yang ditemui wartawan di Kantor Bupati Jayapura, Kamis (14/12/2018).
Dirinya mengatakan seharusnya, Demas Tokoro yang juga adalah anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) dari Kelompok Kerja (Pokja) Adat belajar dari pengalaman sebelumnya.
“Harusnya Bapak Demas Tokoro ini tidak sembarang bicara di media soal ini. Karena gelar ini sangat sakral untuk kami Orang Asli Papua (OAP). Ini merupakan bagian yang memang harus menjadi pelajaran bagi kita semua. Karena adat ini tidak bisa dipergunakan sewenang-wenang begitu saja” ujar Bouway.
Diungkapkannya, dengan adanya pengukuhan seseorang yang bukan OAP atau yang tidak lahir di Papua menjadi anak adat, itu sama saja telah melecehkan nilai luhur dari adat istiadat seluruh masyarakat Papua.
“Karena yang disebut sebagai anak adat itu kecuali diangkat semenjak kecil atau masih dalam kandungan seorang ibu. Tommy Soeharto inikan orang politik jadi sudah pasti dia akan membawa gelar ini untuk kepentingan politiknya di Pileg 2019 nanti. Ini sama saja sudah melakukan pelecehan terhadap adat itu sendiri” ungkapya.
“Adat ini harus di lestarikan dengan baik, bukan diperjualbelikan untuk kepentingan politik seperti ini. Khususnya untuk MRP Pokja Tabi harus menegaskan bagian ini apalagi sebagai seorang anggota MRP” tandasnya.
Elisa Bouway juga menambahkan anggota MRP itu seharusnaya bicara soal hak-hak OAP, bukan melakukan pelecehan terhadap adat itu sendiri. “Kalau anggota MRP sudah melakukan hal ini, saya yakin hal ini akan terus berlanjut dan nanti akan berpengaruh pada tatanan adat di semua system dan semua wilayah adat yang ada di Papua” tambahnya.
Lebih lanjut dikatakannya, hal ini menunjukan sebuah contoh yang kurang baik di pandang oleh seluruh pemuda Papua. “Karena itu, kami ingatkan kepada seluruh anggota MRP bukan hanya Bapak Demas Tokoro tetapi kepada Pokja Tabi dan Tanah Papua harus kita lihat bagian-bagian ini. Apalagi Tommy Soeharto itu dikukuhkan sebagai anak adat ada statementnya yang melibatkan partai” tukasnya.
“Karena adat itu bukan hanya milik satu orang saja, sehingga dengan pemberian gelar ini pasti akan berimbas kepada masyarakat adat yang ada disekitar wilayah adat tersebut” katanya lagi.
Dirinya juga menjelaskan dengan pemberian gelar anak adat kepada politisi hal ini sama juga dengan telah menjual hak kesulungan OAP kepada orang lain.
“Jadi kita merasa bahwa MRP ini tidak ada gunanya sama sekali, MRP tidak ada apa-apanya sama sekali. Berarti bubarkan saja MRP itu, tidak perlu ada MRP. Masalah Nduga saja tidak bisa turun apalagi masalah adat yang sudah diperjualbelikan seperti ini” sesal Bouway.
Sementara itu Ketua MRP, Timotius Murib yang ditemui Reportasepapua.com di Kantor MRP, Kotaraja, Kota Jayapura, Jumat (14/12/2018) juga mengecam keras hal tersebut.
“Kalau berikan penghargaan kepada tamu yang datang dari luar tidak apa-apa tapi, harus melalui cara-cara yang santun dan menghargai adat masing-masing. Tapi kalau pemberian gelar adat kembali saya tegaskan bahwa hal itu tidak boleh” tegas Murib.
Senada dengan Elisa Bouway, Murib mengatakan pemberian gelar adat itu ada aturannya. “Gelar ini harus diberikan kepada mereka yang pantas menyadangnya, seperti masih memiliki hubungan keturuan ataupun silsilah dengan masyarakat adat di Tanah Papua” ungkapnya.
“Itu dengan tegas kami melarang untuk memberikan gelar anak adat atau gelar apa saja dan memberikan mahkota burung Cenderawasih ataupun bulu binatang apapun yang dihargai oleh masyarakat adat di Tanah Papua itu tidak boleh dilakukan” tambahnya.
Pihaknya juga sangat menyesalkan gelar yang telah diberikan kepada Tommy Soeharto oleh masyarakat adat Sentani. Dirinya menuturkan, kalaupun ada anggota MRP yang hadir dan menyaksikan itu tidak boleh juga melegalkan itu.
Maklumat Larangan
Murib juga menuturkan bahwa pihaknya akan mengeluarkan sebuah maklumat larangan kepada seluruh masyarakat adat untuk tidak memberikan gelar apapun kepada para tamu yang datang dan bukan berasal ataupun memiliki hubungan darah dan keturunan Papua.
“Harus ada prosedur yang jelas tata caranya. Tidak lagi sembarang dan menjadi tradisi murahan. Ini adalah harga diri kita jadi siapapun itu tidak boleh juga memberikan mahkota atau gelar apa saja kepada orang lain, itu sama sekali tidak boleh” tegasanya lagi.
Dirinya juga mengungkapkan, dengan memberikan gelar kepada orang lain secara mudah kepada orang yang tidak ada kaitannya dengan Papua itu sama saja telah melecehkan harga diri OAP.
Lebih lanjut dikatakannya, hal ini juga dapat menghilangkan identitas seluruh masyarakat adat Papua.
Wartawan Dinilai Terlalu Berlebihan
Soal peryataan Demas Tokoro bahwa hal itu sudah benar, ketua MRP mengaku sudah klarifikasi kepada yang bersangkutan.
“Dan dirinya mengatakan kalau itu adalah kerja dari wartawan dan media yang menulis secara berlebihan. Dirinya hadir karena ini tamu ya, kebetulan ini kampung mereka, tetapi itu pada prinsipnya secara kelembagaan MRP kami menolak pemberian gelar seperti itu kepada siapapun. Termasuk pemberian gelar kepada Tommy Soeharto atau kepada Panglima kemarin di Wamena itu tidak boleh” ujarnya.
Apresiasi Tertinggi
Ketua MRP juga memberikan apresiasi tertingginya kepada LPRI yang turut memberikan perhatian atas tindakan masyarakat asli papua yang melanggar kode etik tata acara pemberian gelar kepada seseorang.
“Terima kasih juga kepada lembaga-lembaga lain yang memperingatkan kepada MRP. Dan harus ada kritikan dari manapun untuk disampaikan kepada MRP agar kami melakukan apa yang menjadi kepentingan masyarakat Papua” tutupnya. (Natalis Stefanus Ari)