NETWORK : RakyatPos | ValoraNews | KupasOnline | TopSumbar | BanjarBaruKlik | TopOne | Kongkrit | SpiritSumbar | Basangek | MenaraInfo | Medikita | AcehPortal | MyCity | Newsroom | ReportasePapua | RedaksiPos | WartaSehat JetSeo
Legislator Pertanyakan Pembagian Saham 10 Persen, Untuk Masyarakat Adat Berapa – Reportase Papua

Legislator Pertanyakan Pembagian Saham 10 Persen, Untuk Masyarakat Adat Berapa

banner 120x600

JAYAPURA,REPORTASEPAPUA.COM – Meskipun, pemerintah pusat telah resmi memiliki 51 persen saham PT Freeport Indonesia (FI),dari saham 51 persen itu nantinya terdiri dari 41 persen untuk PT Inalium dan 10 persen untuk Pemda Provinsi Papua.

Dan 10 persen saham tersebut diberikan kepada Provinsi Papua berdasarkan hasil kesepakatan bersama dengan pemerintah pusat dan juga Pemkab Mimika.

Namun, dari hasil keputusan tersebut diatas, Anggota DPR Papua dari daerah pemilihan (Dapil) Mimika, Mathea Mamoyau yang juga mempunyai hak ulayat, dimana PT Freeport berada, mempertanyakan pembagian 10 persen itu. Berapa persen yang akan didapat masyarakat adat sebagai pemilik hak di area PT Freeport Indonesia.

Bahkan, wanita asal Komoro ini dengan tegas meminta untuk tidak menyembunyikan pembagian dari PT Freeport itu.

“Jangan disembunyikan pembagian dari PT Freeport untuk Papua, tegas Mathea di Jayapura Kamis (17/1/19).

Apalagi lanjut Mathea, kebijakan Gubernur juga telah diambil untuk pembagian kepada pemerintah Kabupaten dimana PT FI itu berada.

Untuk itu, sebagai wanita asal Mimika dan hidup diatas area PT Freeport, ia justru ingin tahu secara detail terkait pembagian dari 10 persen itu kepada masyarakat adatnya berapa.

Sebab kata Mathea, ketika pembagian masyarakat tidak dikumpulkan. Masyarakat ini terdiri dari laki-laki dan perempuan, sehingga pembagian itu harus secara jelas.

“Inalun itu juga kalau dikasi mandat untuk mengelolah maka Inalun juga harus berpresentase kepada masyarakat adat. Pembagiannya secara jelas dan apa yang harus dibangun dan kalau kita dengar dia membeli saham, itu juga harus dijelaskan kepada masyarakat adat itu sendiri, ” paparnya.

Dikatakan, jangan masyarakat hanya mendengar bunyinya sekian persen saja, tapi itu harus dijelaskan secata detail. Sehingga masyarakat itu bisa hidup berkepanjangan dengan mendapat pembagian dari PT Freeport itu sendiri.

Ia berharap, dengan pembagian itu tidak menimbulkan konflik lagi yang berkembang.

“Karena dengan 1 atau 2 persen, konflik itu selalu terjadi, makanya penjelasan itu harus transparan pada maayarakat adatnya sendiri. Sekali lagi saya tekankan, bahwa masyarakat adat itu terdiri dari laki-laki dan perempuan, ” tekannya.

Sebab kata Mathea, terkadang perempuna tidak dilibatkan, sehingga dengan dana yang begitu banyak, apa yang harus dilakukan oleh masyarakat adat itu tidak tersampaikan.

“Saya sebagai perempuan dari sana, sangat mengharapkan itu, sehingga ada transparan. Jadi harus bisa mengumpulkan semua masyarakat adat, tokoh-tokoh masyarakat termasuk tokoh-tokoh perempuan, sehingga itu kita bisa kawal bersama dan di pantau oleh gubernur, ” harapnya.

Untuk itu, ia meminta agar prosedur itu harus dijalankan seperti itu. Sehingga kita tidak hanya berbicara persen-persen saja didalam pertemuan dan didalam kertas tapi harus di jelaskan secara baik kepada masyarakat adat.

“Jadi bukan hanya data diatas kertas saja tapi implementasi itu. Caranya seperti apa, siapa yang mengelolah itu juga harus dijelaskan. Sehingga seluruh masyarakat, sleuruh perempuan yang mau beranak sampai hidup berkepanjangan dia harus tahu itu, ” tukasnya.

Apalagi menurut Mathea, Freeport itu tidak bisa cabut, walaupun kontraknya berhenti di tahun 2024 tapi proyek itu tetap akan jadi. Baik dikelolah oleh pemerintah Indonesia.

“Itu juga harus disampaikan karena disitulah hidup masyarakat adat yang mengililingi PT Freeport itu sendiri sehingga tidak mendasi gersang dan tidak membuat mereka mati secara perlahan-lahan,”ketusnya.

Untuk itu, Mathea Mamoyau meminta harus di presentasi secara baik lalu mengumpulkan masyarakat adat, baik perempuan dan juga laki-laki di kumpilkan dan di preaentasi sehingga mereka juga tahu.

“Mereka kan tidak pernah pegang uang, kasihan karena mereka hanya bisa mendengar saja. Padahal mereka hidup dalam kemiskinan dan tidak ada perubahan sama seklai. Jadi semua masyarakat adat harus terakomodir,” imbuhnya.(tiara)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *