JAYAPURA, REPORTASEPAPUA – Kinerja KPU Kota Jayapura masih menjadi sorotan meski tahapan Pilkada Papua 2024 telah selesai. Rekapitulasi Kota Jayapura untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur telah selesai di rapat pleno KPU Papua pada Sabtu, 14 Desember 2024.
Hasilnya, pasangan nomor urut 2 Matius Fakhiri-Aryoko Rumaropen unggul jauh dari pasangan nomor urut 1 Benhur Tomi Mano-Yermias Bisai.
Hasil Ini justru mendapatkan penolakan dari Bawaslu Kota Jayapura dan saksi paslon 01, ditambah lagi dua komisioner KPU Kota Jayapura mengajukan form keberatan.
Berikut ini deretan fakta kebobrokan kinerja KPU Kota Jayapura berdasarkan pantauan media ini sejak pleno di tingkat distrik hingga provinsi.
1. Penggelembungan 9.137 Suara Lolos
Dugaan penggelembungan suara saat rekapitulasi di PPD Jayapura Selatan tidak bisa dilakukan pembuktikan.
Saksi sudah meminta PPD untuk melakukan penyandingan data. Namun PPD tetap menetapkan hasil tersebut. Dengan dalil bahwa masalah tersebut masih bisa diselesaikan di tingkat KPU Kota Jayapura.
Ditingkat KPU Kota Jayapura, juga sama sekali tidak melaksanakan keberatan saksi paslon 01 dan rekomendasi Bawaslu untuk dilakukan penyandingan data, karena ada dugaan penggelembungan sebanyak 9.137 suara di Distrik Jayapura Selatan.
Dalam rapat pleno, Ketua KPU Kota Jayapura Martapina Anggai pihaknya tidak bisa kembali membahas rekapitulasi di tingkat distrik karena bukan forumnya. Ditambah lagi, KPU Papua mendesak agar pleno segera selesai untuk dilanjutkan ke tingkat provinsi.
Ia menyarankan agar permasalahan ini dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi dengan mengisi form keberatan.
Akhirnya, Martapina Anggai mengesahkan rekapitulasi suara Distrik Jayapura Selatan pada Selasa, 10 Desember 2024 malam, di tengah perdebatan.
2. Tak Peduli Rekomendasi Bawaslu
Ketua Bawaslu Kota Jayapura, Frans Rumsarwir dalam rapat pleno menyatakan menolak hasil rekapitulasi KPU Kota Jayapura untuk Distrik Jayapura Selatan.
Pasalnya, hasil rekapitulasi di Jayapura Selatan, ternyata hanya ditanda tangani Ketua PPD Jayapura Selatan.
Sementara, empat anggota PPD mengajukan keberatan karena data yang tidak sinkron antara C1 dan D Hasil.
Rekomendasi penyandingan data bermaksud untuk membuktikan benar atau tidak ada penggelembungan suara.
Frans sudah mengingatkan konsekuensi atas keputusan yang diambil, namun Martapina Anggai selaku pimpinan rapat seakan tidak peduli.
Ia menekankan jika tidak puas dengan hasil, isi form keberatan dan lanjut ke Mahkamah Konstitusi.
3. Kalang Kabut dan Tak Bisa Menjawab Apa-apa
Dalam rapat pleno KPU Papua, terjadi perbedaan data antara hasil pengawasan Bawaslu Papua dengan KPU Kota Jayapura.
Beberapa kali diminta penjelasan, KPU Kota Jayapura sama sekali tidak mampu menjelaskan. Parahnya, rekomendasi Bawaslu Kota Jayapura dan keberatan saksi mengaku sudah selesai, padahal tidak sama sekali.
Ketua KPU Papua Steve Dumbon sudah memberikan kesempatan untuk dilakukan pembetulan data, KPU Kota Jayapura justru tidak melakukan hal tersebut dengan alasan tidak ada yang perlu dibetulkan.
Parahnya, berita acara pembetulan data tidak disertai telaah hukum. Padahal waktu yang digunakan sudah lebih dari 12 jam.
4. KPU Kota Jayapura Dinilai Merusak Demokrasi
Anggota Bawaslu Papua, Haritje Latuihamallo geram karena KPU Kota Jayapura mempertontonkan kelalaian.
Selama rekapitulasi berlangsung, KPU Kota Jayapura beberapa kali dihentikan untuk perbaikan berita acara.
“Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Sekali lagi, berani berbuat, berani bertanggung jawab,” ujarnya pada Sabtu, 14 Desember 2024 dini hari.
Haritje menilai KPU Kota Jayapura sering mengulur waktu, tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu, dan tidak mampu menjawab sejumlah pertanyaan penting.
Ia mengkritik proses rekapitulasi satu distrik, yaitu Distrik Jayapura Selatan, yang berlangsung hingga dini hari tanpa penyelesaian.
“Hanya untuk satu distrik, Jayapura Selatan, kalian sudah membuat demokrasi di Papua kacau balau,” lanjutnya.