JAYAPURA,REPORTASEPAPUA.COM – Menanggapi ucapan Bupati Mimika, Elitinus Omaleng yang mengatakan ‘Media Goblok’ saat memimpin apel pagi di depan ribuan ASN di Kabupaten Mimika, Senin (26/11/18) mendapat reaksi dari organisasi pers yang ada di Papua dan Papua Barat.
Ketua AJI Papua, Luky Ireuw menyayangkan pernyataan yang dikeluarkan Bupati Mimika Omaleng. Menurut Pimpinan redaksi Cenderawasih pos tersebut, Pers adalah pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
“ Walaupun berada di luar sistem politik formal, keberadaan pers memiliki posisi strategis dalam informasi massa, pendidikan kepada publik sekaligus menjadi alat kontrol sosial. Karenanya, kebebasan pers menjadi salah satu tolok ukur kualitas demokrasi di sebuah negara,”ujar Lucky.
Ditegaskannya, Pers bahkan mempunyai peran lebih kuat dari ketiga pilar demokrasi lain yang berpotensi melakukan abuse of power. Pers sebagai pilar keempat demokrasi, juga telah dijamin kemerdekaannya dan diakui keberadaannya oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh sebabnya pers menjalankan fungsi kontrol bila melihat terjadi penyimpangan terhadap demokrasi dan hukum.
“Jika Bupati Eltinus keberatan pemberitaan media, silahkan berikan klarifikasi dan hak jawab,”tegasnya.
Kritik juga datang dari Ketua Forum Jurnalis Perempua Indonesia [FJPI] Papua Barat, Olha Irianti menyayangkan kejadian tersebut.
“Ini menjatuhkan marwah profesi Pers di depan publik. Saya harap Organisasi Pers, Serikat Pekerja Pers dan Serikat Perusahaan Pers di wilayah Papua bisa mengambil langkah upaya hukum terhadap pernyataan Bupati Eltinus Omaleng.
“Profesi Pers itu dilindungi Undang-Undang, jadi jangan menyulut amarah para pekerja Pers,”ujar Olha.
Pernyataan Bupati tersebut tidak sepatutnya dilontarkan oleh pejabat Publik sekelas Bupati. Fungsi Pers selain sebagai penyalur informasi, edukasi tapi juga sebagai kontrol sosial.
“Jika ada yang mengkritik kebijakan Bupati itu menandakan bentuk kontrol dan perhatian warga atas kepemimpinanya. Kalau Bupati tidak suka dengan berita yang dibuat media dapat melakukan upaya dengan melaporkan ke dewan pers.
“Sebagai pemimpin apalagi kepala daerah seharusnya lebih bijaksana, jangan arogan. Pembangunan di Mimika diketahui publik berkat media,”ujarnya
Sementara itu Ketua PWI Papua Barat, Bustam mengatakan ungkapan tersebut adalah perbuatan yang merendahkan pers. “Ini sangat disesalkan. Pernyatan itu sangat tidak etis. Sebagai pejabat publik mestinya punya standar etika yang lebih tinggi. Tak seharusnya menyampaikan kekesalan dihadapan orang banyak. Sebagai seorang Bupati, bisa memanggil kawan-kawan wartawan. Jika dalam pemberitaan ada ruang yang kurang diberikan kepada pemerintah, bisa dijelaskan,” ujar Pimpinan Redaksi Cahaya Papua tersebut.
Dikatakan, media juga punya kewenangan untuk memberikan ruang yang sama kepada siapa saja dalam pemberitaan. “Ruang itu silahkan dipakai, termasuk oleh Bupati Mimika,”ujarnya.
Soal kontrak kerja sama, menurutnya, itu adalah urusan perusahaan dengan Humas. “Bukan berarti kontrak kerja sama, lalu anti kritik. Dan jangan salah, uang yang dikelola pemerintah daerah, itu adalah uang rakyat. Masyarakat punya hak mengontrol pemerintah lewat media,” tegas Bustam.
Hal senada juga di ungkapkan oleh organisasi Pers Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Papua. Lewat rilisnya IJTI Papua menyampaikan 5 poin, yakni :
- Menyayangkan pernyataan seorang Pejabat setingkat Bupati dihadapan ASN yang menyebutkan ‘media goblok’ tindakan tersebut tidak mencerminkan etika seorang pemimpin.
- Jika ada keberatan atas pemberitaan dari media massa, seharusnya bupati bisa menggunakan hak jawab sebagai bentuk protes terhadap pemberitaan tersebut, seperti yang di atur dalam UU pers.
- Menyangkan sikap Bupati Mimika yang tidak siap menerima kritikan, Era keterbukaan informasi publik saat ini bahwa seorang pemimpin baik di daerah dan di pusat harus bisa menerima kritikan.
- Jurnalis bekerja sesuai dan di lindungi oleh UU pers dan etika jurnalistik, sehingga tugas jurnalis adalah bertanggung jawab kepada publik, bukan kepada pemimoin daerah.
- Meminta Kepada Bupati kabupaten Mimika untuk meminta maaf kepada media di timika atas pernyataan nya.
Rilis yang di terima redaksi Topikpapua ini di tandatangani langsung oleh ketua IJTI Papua, Meirto Tangkepayung dan sekretaris IJTI Papua, Riyanto Nay.
Akar Masalah
Pernyataan dari sejumlah organisasi pers di Papua dan Papua Barat ini mencuat setelah sebelumnya diberitakan oleh beberapa media online bahwa Bupati Mimika mengatakan ‘ Media Goblok’ saat memimpin apel pagi di depan ribuan ASN di halaman kantor bupatai Mimika, Senin pagi.
Kekesalan Bupati Omaleng terhadap Media tersebut di sampaikan karena dalam pemberitaan beberapa media di Timika yang mengkritisi soal kinerjanya sebagai kepala daerah. Nara sumber yang mengungkapkan kritikan tersebut adalah salah satu tokoh sekaligus pemerhati di Kabupaten Mimika, Athanasius Allo Rafra.
Bupati menilai kegoblokan media yang berani menjadikan Allo Rafra sebagai narasumber yang mengkritisi kinerjanya, padahal menurut Omaleng, Allo Rafra adalah lawan politiknya.
Bahkan Bupati Eltinus Omaleng dengan tegasnya meminta humas Pemda Kabupaten Mimika untuk meninjau ulang ijin media yang ada di Kabupaten Mimika. Omaleng juga, mengancam akan menghentikan kerjasama Pemda dengan media.
Tanggapan Dewan Pers
Seperti yang di lansir dari teropongnews.com, – Terkait sikap arogan Bupati Eltinus Omaleng, Wakil Ketua Dewan Pers, Ahmad Djauhar menilai penyampaian bupati Omaleng arogan, dan layak untuk diberitakan maupun di siarkan oleh media.
“Saya sudah baca transliterasi pidato itu kok, Dia (bupati red) lupa dan merasa bahwa itu uang pribadi miliknya (kerjasama media, red). Salah…. itu uang rakyat dan harus dipertanggung jawabkan baik dari sisi perencanaan maupun pengalokasiannya,” kata Ahmad Djauhar melalui pesan Whats Up, Kamis (29/11/2018)
“Intinya, pejabat publik harus sadar apa yang disampaikannya, karena aktivitas dia kan didanai dengan uang rakyat/publik, dia harus mempertanggungjawabkan semua omongan/perbuatan/kebijakan yang dilakukannya. Pejabat jangan merasa sok kuasa, tapi harus taat pada aturan dan etika yang berlaku,” kata Ahmad Djauhar lagi.(REDAKSI)