JAYAPURA, REPORTASEPAPUA.COM – Kepala dinas kesehatan Aloysius Giyai mengimbau kepada Balai Besar Penanganan Obat dan Makanan (BBPOM) setempat agar segera mengambil langkah untuk menarik sejumlah obat maupun suplemen yang ilegal.
Ia juga memastikan setiap obat maupun suplemen HIV/AIDS diluar ARV adalah ilegal.
Hal itu disampaikan Aloysius, menyikapi pernyataan salah satu Dokter di jayapura, yang beranggapan obat ARV, hanya bersifat menolong para penderita HIV/AIDS bertahan hidup sebagaimana orang sehat, namun tidak bisa menyembuhkan.
Dokter ini bahkan mengklaim ada penemuan paling mutakhir di abad 21 di dunia medis, yakni menggunakan stem cell (Purtier Placenta Stem Cell) atau Sel Punca, yang diyakini mampu menyembuhkan penyakit kanker dan kronis diantaranya HIV/AIDS .
“Kami dari dinas kesehatan dalam memberi obat ARV kepada penderita HIV/AIDS ini, ada standar yang dipenuhi mulai dari rekomendasi WHO lalu tiga peraturan Menkes mengenai penanganan HIV/AIDS Sehingga obat diluar ARV itu kami katakan ilegal. Apalagi tidak punya ijin dari BBPOM,” terang Aloysius saat memberikan kepada pers, di Jayapura, Kamis 09 Mei 2019.
Sementara Kepala Bidang Penindakan BBPOM Jayapura, Buyung memastikan suplemen yang diklaim mampu menyembuhkan HIV/AIDS, seperti Purtier Plasenta sampai saat ini belum terdaftar di lembaga tersebut.
“Kalau yang terdaftar di kami itu obat dengan tulisan purtier. Sementara portier plasenta ini masih dalam bentuk suplemen dan tak terdaftar. Sehingga bagaimana sikap kami dan langkah kedepan, kami akan koordinasikan dulu dengan dinas kesehtaan provinsi dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Selanjutnya, baru kami ambil langkah. Tapi yang jelas produk tidak terdaftar harus kami tarik,” tambahnya.
Sementara itu Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Jayapura menilai, sikap kontroversial dokter serupa pernah pula dilakukan yang bersangkutan kala mendorong pemerintah provinsi melakukan pemasangan mikrochip bagi penderita HIV/AIDS di bumi cenderawasih.
Beruntungnya ide “gila” itu berhasil dilawan dan tak berhasil diterapkan. Sehingga bila ada pihak yang merasa dirugikan berkenaan dengan penyataan atau penggunaan stem cell, diimbau untuk melapor ke IDI setempat.
“Tentunya kami di Kota Jayapura akan berkoordinasi dengan IDI Kabupaten Jayapura yang menjadi tempat domisili bersangkutan. Tapi sekali lagi minimal harus pengaduan yang menyatakan ada pelanggaran kode etik Sehingga IDI bisa cabut izin prakteknya. Tapi pasti harus ada aduan dulu, kita investigasi lalu jika bersalah kita cabut,” tegasnya.
Pegiat HIV Jayapura, Robert Sihombing mempertimbangkan untuk membuat aduan terkait dengan pernyataan dokter itu yang mendorong penggunaan stem cell.
“Bahkan dari data kami sudah ada 15 orang yang lebih dominan ada di Kabupaten Jayapura menggunakan stem cell. Dilain pihak, pada dua hari lalu kami didalam whatsapp grup mengalami kedukaan karena salah satu pasien HIV dinyatakan meninggal akibat meninggalkan ARV dan menggunakan stem cell,” tuturnya. ( berti )