JAYAPURA,REPORTASEPAPUA.COM – Anggota DPR Papua, John NR Gobai menilai jika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI tidak memahami UU Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua maupun turunannya, yakni Perdasus Noor 21 Tahun 2008 tentang Pembangunan Hutan Berkelanjutan dan Pergub Nomor 13 Tahun 2010, menyusul langkah Ditjen Gakkum Kementerian LHK mengamankan kayu dari Papua di Makassar dan Surabaya.
Menurut legislator Papua itu, dari penyanpaian-penyampaian mereka itu, ia dapat menyimpulkan bahwa KLHK sesungguhnya tidak melihat Otsus sebagai sesuatu yang special.
“Jadi saya lihat perjuangan Norma Standar Prosedur dan Kebijakan (NSPK) itu butuh campur tangan presiden. Yaitu NSPK terhadap Perdasus 21 tahun 2008 dan Pergub nomor 13 tahun 2010,” John Gobai, akhir pekan kemarin.
Bahkan kata Gobai, penantian Norma Standar Prosedur dan Kebijakan (NSPK) di bidang kehutanan Papua ini, ibarat penantian tak pasti dan ini sudah lebih delapan tahun. Akibatnya, semua jadi abu-abu, yang jelas hanya HPH saja di Papua.
Untuk itu, pihaknya mendesak Pemprov Papua segera mengambil langkah untuk mengatasi rakyatnya yang kayu-kayunya itu disebut ilegal, dan saat ini lagi ditahan di Makassar dan Surabaya.
“Saya belum melihat dan belum mendengar sikap resmi dari Pemprov, padahal Pemprov ini ingin memacu ekspor kayu olahan dari Papua. Ini kan kondisi yang sangat miris yang terjadi di Papua hari ini,” cetusnya.
Dikatakan, jangan dianggap kayu-kayu yang ditahan itu adalah kayu yang ditebang oleh pelaku-pelaku usaha non Papua yang ada di Papua. Tidak, karena kayu-kayu itu ada kayu yang berasal dari hasil tebangan masyarakat yang harus dipayungi kegiatannya oleh pemerintah.
Apalagi lanjut John Gobai, kewenangan Kehutanan itu telah berpindah dari kabupaten ke provinsi dan saat ini Kadis Kehutanan Papua tengah bermasalah dengan hukum, sehingga harus jadi moment tepat untuk Pemprov itu melakukan koreksi.
“Jadi pakah terus mau menanti NSPK? yang penantiannya ibarat penantian tak pasti atau mau mengambil langkah berdasarkan Permen LHK. Jika dalam regulasi itu ada memberikan peluang lalu mengapa kita harus mengabaikan? Terus menunggu NSPK dan mengantar ke rakyat Papua dan pelaku usaha di Papua dalam ranah abu-abu hari ini, dimana kayu asal Papua dianggap ilegal,” tuturnya.
Untuk itu, John Gobai meminta Pemprov Papua dalam hal ini Sekda, Asisten II, dan Dinas Kehutanan harus mengambil langkah dalam rangka memberikan kejelasan, tidak terus mengantar rakyat dalam zona abu-abu, sedangkan HPH jelas dan harus ada kepastian hukum.
“Tidak bisa terus jawabannya kita tunggu NSPK, sampai kapan kita terus menunggu? Smentara kita juga tidak memiliki langkah-langkah yang pro aktif, langkah-langkah yang reaktif,” tandasnya.
Diungkapkan, salah satunya dengan menguji perdasus itu, dengan UU 41 tahun 1999. Ini upaya hukum, jadi langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah, pemerintah harus ambil keputusan. Menunggu NSPK atau melaksanakan permintaan masyarakat yang sudah ada.
Yang kedua, pemerintah harus keluarkan statemennya terkait dengan kayu-kayu masyarakat yang ditahan di Surabaya dan Makassar.
“Jadi jangan takut, apa yang harus ditakutkan. Ini kan kesempatan dan kita juga harus bicara tidak boleh diam saja.
Ia menambahkan, jika Pemprov juga bisa bicara bahwa ini terjadi karena NSPK yang belum dikeluarkan oleh KLHK. Itu bisa dilakukan sebagai bahan koreksi pemerintah.
“Jadi apa yang harus ditakutkan jika memang benar-benar ingin melindungi rakyat,” tegasnya.(tiara)