Wondama, Reportase Papua.com – Kabupaten Teluk Wondama sebagai tanah peradaban orang Papua yang menyimpan banyak sejarah lahirnya generasi-generasi, para pemimpin di tanah Papua. Maka, deradat, kehormatan orang yang hidup di atas tanah peraban tidak boleh dipandang sebelah mata.
Kata Lemon dan Gedi (tidak di peruntukan untuk kata benda, atau maksud sebernarnya dari kedua kata itu),di kabupaten Teluk Wondama, dipakai untuk menjuluki atau mengartikan sebuah perkataan yang tidak benar, atau menipu, atau kata-kata yang tidak dapat di pegang kebenarannya. Misal, sesorang dianggap menipu atau berkata bohong dia bakal di kata Lemon atau Gedi.
Elisa Auri dan Ferry Auparai, pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati nomor urut 1 pilakda 2020 kabupaten Wondama, tidak setuju terhadap julukan atau sebutan dua kata tersebut untuk orang Wondama.
Paslon A2, menegaskan jangan lagi ada istilah Lemon dan Gedi kepada orang Wondama, karena itu merendahkan citra orang Wondama.
“Kalau kita mau bilang tempat ini tempat peradaban, yang melahirkan teluk mujizat, mari kita sama-sama buktikan apa itu tempat peradaban supaya ada teluk mujizat. Ini berpulang kepada kita sendiri orang Wondama,”ujar Auri, ketika berkampanye di Miei dan kelurahan Wasior, Rabu, (2/12).
Auri mengaku, sebagai anak perantauan yang kembali ke tanah kelahiran Wondama, merasa kaget kata Lemon dan Gedi, terucap familiar di kalangan masyarakat. Padahal sejak dulu tidak ada isitilah seperti itu, maka Auri tegaskan, stop berkata Lemon dan Gedi kepada orang Wondama.
“Maka itu saya pesan kepada kita sama-sama, jangan bicara Lemon dan Gedi di Wondama, saya datang sekarang, saya terkejut Lemon dan Gedi terlalu kental sekali, sedikit-sedikit ketika kami kampanye di luar sana ada yang katakan, ah dia lemon lagi saat kita berdua berorasi. Saya berdoa kepada dia, kalau dia itu orang Wondama, Tuhan berkati dia, dari kalimat dia, supaya dia juga menjadi berkat bagi orang Wondama,”tutur Auri.
Auri tegaskan, siapapun tidak boleh mengistilahkan Lemon dan Gedi kepada orang Wondama, itu tidak pantas. Auri menyadari kehadirannya di kabupaten Teluk Wondama adalah jalan Tuhan.
“Saya bukan karena punya segalanya, atau punya segala sesuatu. Saya tidak punya kemampuan, tetapi Tuhanlah yang memampukan saya. Stop katakan orang Wondama Lemon dan Gedi,”tegas Auri.
Pada kesempatan kampanye itu, Auri mengajak masyarakat, menjadikan Wondama sesuai dengan jati dirinya sebagai tanah peradaban.
“Kalau kita bilang ini peradaban, kita kembalikan itu, kalau kita bilang ini teluk mujizat mari kita kembalikan itu teluk mujizat. Demi masa depan anak cucu kita. Saya percaya masyarakat Wondama mempunyai pikiran yang religious, pikiran baik, kita semua punya pemahaman, pengertian yang baik. Sehingga, suatu saat Wondama mengembalikan bagaimana sendeling membangun peradaban itu di tahun 1905 sampai pindah ke odo di serui,”ucap Auri.
Masih di tempat orasi yang sama, calon wakil bupati Ferry Auparai, menegaskan, stop stigma negative tentang istilah Lemon dan Gedi di Wondama. kata Ferry orang Wondama dalah orang yang bermartabat dan harga diri yang tidak pantas mendapat istilah Lemon dan Gedi.
“Jangan terus –terus memberikan stigma, kabupaten Wondama, adalah kabupaten Lemon. Kita harus rubah stigma ini. Tidak ada Wondama Lemon atau sorkambu itu tidak ada,” tegas Ferry.
Paslon A2 akan jadikan Wondama kabupaten terhormat yang tidak di remehkan dimanapun, kata Ferry agar jagan lagi ada orang ucapkan Lemon dan Gedi, memandang rendah orang Wondama.
“ 2021, cukup sudah Lemon. Wondama harus jadi kabupaten yang terhormat dan bermartabat. Tidak ada Lemon, kita putuskan sama-sama dengan rakyat bahwa tahun 2021, Wondama menjadi kabupaten terhormat berharga diri di depan kabupaten kabupaten yang maju lainnya. Maka kita harus memulai dari pemimpin yang betul-betul taat kepada hukum dan aturan serta mencintai rakyatnya,”pungkas Ferry. (SR)