JAYAPURA, REPORTASEPAPUA.COM – Kepala Kanwil Perum Bulog Papua dan Papua Barat, Sopran Kenedi menyebut, pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai yang telah dimulai tahun 2018 mendapat penolakan dari 2 kabupaten yakni Tolikara dan Pegunungan Bintang, Papua.
“Penyaluran BPNT ditolak di 2 kabupaten tersebut, penyebabnya harga komoditi di daerah tersebut tidak sebanding dengan nilai BPNT yang hanya Rp110.000 per KPM, walaupun jumlah KPM turun drastis sejak beralih dari Bansos Rastra ke BPNT, tetapi komoditi berupa beras didapat kemungkinan hanya sekitar 2 kilogram,” kata Sopran didampingi Kepala Bidang Komersial Perum Bulog Papua dan Papua Barat, Dwi Yuniarko.
Sopran menyebut, kendati pelaksanaan program BPNT telah dimulai tahun 2018 di Papua dan Papua Barat, namun baru diterapkan di 2 daerah yakni Jayapura dan Sorong, sementara daerah perluasan baru dimulai pada Juni 2019.
Selain penolakan, ada juga kabupaten yang meminta penundaan penerapan program BPNT. Di wilayah Papua dan Papua Barat, kata Sopran, 19 kabupaten mengajukan penundaan
“19 kabupaten mengajukan penundaan penyaluran BPNT karena beberapa kendala seperti belum selesainya verifikasi data KPM, belum ada jaringan sehingga pelaksanaan mekanisme BPNT seharusnya menggunakan electronic data capture (EDC) dan belum ada e-warong. Ada alternatif lain yakni pakai e-KTP, sedangkan masyarakat belum memilik e-KTP, “jelas Sopran.
Karena kendala itu, pihaknya menilai butuh perpaduan transformasi bantuan sosial beras sejahtera (Bansos Rastra) dan BPNT, lantaran mekanisme Bansos Rastra diantar sampai ke titik distribusi yakni hingga ke wilayah kecamatan/distrik, penyedianya tunggal yaitu Bulog.
“Kalau BPNT diperkenankan ada suplier lain di luar Bulog yang belum tentu dijamin kualitas dan kuantitasnya, belum tentu juga bisa diantar sampai ke titik distribusi,” ucapnya.
“Jika di wilayah pelaksanaan BPNT, dua komoditi tersebut ada, maka bebas memilih, tetapi kedepan perlu ditetapkan agar tidak rancu, selain penyedianya lembaga pemerintah yang ditunjuk seperti Bulog, juga quantumnya berapa?,” imbuhnya.
Realisasi BPNT Capai 157 Ton
Sementara itu, hingga 31 Oktober 2019, realisasi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) baru mencapai 157 ton.
“Realisasi ini lebih banyak dilakukan di wilayah yang telah existing seperti Jayapura dan Sorong, sedangkan untuk wilayah perluasan di luar dari dua daerah tersebut baru dimulai pada September lalu,” jelas Sopran.
Ditambahkan, jumlah plafond untuk wilayah Papua dan Papua Barat kurang lebih 8700 ton untuk 546.673 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Tahun 2018, realisasi BPNT kurang lebih 180 ton untuk daerah Jayapura dan Sorong hanya 5 ton.
“Sementara tahun 2019, Jayapura baru ambil sekitar 93 ton dan Sorong sudah agak naik dari tahun sebelumnya yakni 21 ton sampai posisi Oktober 2019,” imbuhnya.
Sopran menyebut, terdapat beberapa kendala sehingga realisasi BPNT di Papua dan Papua Barat belum maksimal. Bahkan 5 kabupaten perluasan hingga saat ini realisasi BPNT belum berjalan.
“Penyebabnya di 5 kabupaten ini belum ada Himbara (Himpunan Bank Negara), sementara penyaluran BPNT harus melalui bank Himbara seperti BNI, Bank Mandiri dan BRI. 5 kabupaten itu yakni Nduga, Mamberamo Raya, Yalimo, Puncak dan Waropen,” jelasnya.
“Di 5 kabupaten tersebut hanya ada Bank Papua, sementara bank daerah tersebut belum ditunjuk sebagai penyalur BPNT. Ini perlu dicari solusinya, apakah menggandeng Bank Papua atau sebagainya,” sambung Sopran didampingi Kepala Bidang Komersial Perum Bulog Papua dan Papua Barat, Dwi Yuniarko.
Dikutip dari kemensos.go.id, BPNT adalah bantuan sosial pangan dalam bentuk non tunai dari pemerintah yang diberikan kepada KPM setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli bahan pangan di pedagang bahan pangan/e-warong yang bekerjasama dengan bank. (Ananda)