JAYAPURA,REPORTASEPAPUA.COM – Terkait masalah pembagian saham PT Freeport Indonesai kepada Indonesia 51 persen dan Papua mendapat 10 persen, ditanggapi oleh Wakil Ketua I DPR Papua, Edoardus Kaize.
Dimana yang 7 persen untuk Kabupaten Mimika dan 3 persennya lagi untuk Provinsi Papua, dan hal ini merupakan urusan pemerintah pusat.
“Jadi saya pikir, itu urusan pemerintah pusat. Sebab kita Pemprov Papua tidak usah urus itu. Jadi kita menunggu proses di pemerintah pusat, karena pemerintah pusat yang urus,” kata Edoardus Kaize, akhir pekan kemarin.
Menurutnya, saat ini yang penting adalah Pemprov Papua berkomunikasi dengan PT Freeport Indonesia, agar dalam proses pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Tahun 2020 di Papua, perusahaan tambang emas itu, harus ikut berperan dalam pembangunan venue PON.
Sebab, kata Edo Kaize sapaan akrab dari Politisi PDI Perjuangan ini, ada kewajiban Freeport yang harus dibayarkan ke Pemprov Papua, seperti Pajak Air Permukaan (PAP).
Namun lanjut Edoardus, tidak harus dalam bentuk uang seluruhnya, jika dalam bentuk uang seluruhnya, dan kalau tidak bisa dilakukan, maka harus negosiasi agar pembayarannya bisa dalam bentuk pembangunan, misalnya sarana PON.
“Ya, sudah kita minta Freeport, karena ini ada lima titik atau cluster yang kita mau laksanakan PON. Titik-titik ini, jika bisa dibantu infrastruktur untuk pelaksanaan PON, kenapa tidak? Jadi, tidak harus terima chas dari Freeport, bisa sekian persen kita terima, tapi bisa juga dalam bentuk pembangunan sekian persen,” paparnya.
Hanya saja kata Edo, hal itu tergantung dari Pemprov Papua. Namun, legislator Papua ini mengingatkan, jika Freeport sulit dipegang, apalagi jika mengingingkan pembayaran secara cash.
Untuk itu, Pemprov Papua harus bisa memposisikan diri untuk mendapatkan sedikit keuntungan dari Freeport, dengan mencari alternatif tersebut.
“Jadi, mungkin bukan win – win solution sebenarnya, tetapi memberikan yang memberikan terbaik untuk kita seperti apa? Karena dia punya hutang PAP sekitar Rp 7 triliun, dan itu bisa diatur misalnya dalam bentuk cashnya sekian, tapi bisa dalam bentuk program sekian atau mereka 50 persen dalam bentuk pembangunan venue PON,” jelasnya.
Bahkan, untuk membangun venue PON itu, biarlah Freeport menggunakan fasilitasnya untuk membangun, sedangkan Pemprov Papua tinggal terima kuncinya saja.
“Sekarang kan tinggal venue penunjang, baik rehap fasilitas olahraga yang ada, mestinya Freeport yang kerja untuk membangunan venue-venue cabor penunjang selain Stadion Papua Bangkit. Misalnya di Jayawijaya, Merauke, Biak atau di Jayapura, mana yang kurang, mereka bisa membantu,” kata Edoardus Kaize.
Apalagi, kata Edo Kaize, saat ini Pemprov Papua kesulitan anggaran untuk pembangunan infrastruktur PON, bahkan baru-baru ini, Kemendagri menyetujui 40 persen dana Otsus infrastruktur digunakan untuk pembangunan PON.
“Tapi, bagi saya itu tidak bisa menjawab secara keseluruhan. Tapi, justru dengan cara begitu, kita memperlemah pelayanan provinsi kepada masyarakat. Kita ada alternatif lain di luar APBD provinsi, baik lewat DAU, DAK maupun bagi hasil, dekon. Semua itu. Itu untuk kepentingan pembangunan di Papua,” ujarnya.
Padahal, tambah Edo Kaize, ada sumber lain di Papua, selain Freeport, misalnya ada CSR dari BUMN dan BUMD yang ada di Papua, untuk melibatkan mereka dalam proses pembangunan venue PON XX tahun 2020.
Untuk itu, pihaknya meminta Pemprov Papua segera membicarakan hal itu dengan PT Freeport Indonesia, agar rencana Papua jadi tuan rumah PON dapat segera terwujud dengan mempersiapkan pembangunan venue-venue, termasuk penunjang PON XX tahun 2020.(tiara)
Respon (1)