JAYAPURA,REPORTASEPAPUA.COM – DPR Papua, meminta agar Kementerian Kehutanan segera menerbitkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) agar Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan (IUPK) Masyarakat Hukum Adat (MHA) dapat dikeluarkan, sehingga masyarakat adat bisa mengelola hutannya.
Hal itu ditegaskan oleh Anggota DPR Papua, John NR Gobai kepada Wartawan, akhir pekan kemarin.
Dengan begitu lanjut John Gobai, kayu-kayu milik adat bisa mendapatkan perijinan, karena menurut penjelasan dari Dinas Kehutanan Provinsi seperti itu.
“Itu pertama, yang kedua MRP, DPRP dan Gubernur harus bisa sepakat agar segera mungkin membahas dan mengesahkan Raperdasus masyarakat adat, karena di dalam Raperdasus masyarakat adat itu, sudah mengatur satu bagian yaitu tentang hutan adat,” kata Gobai akhir pekan kemarin.
Apalagi tandas John Gobai, masyarakat adat berhak mengelola hutannya, dan hutan yang dimaksud adalah hutan adat, karena putusan MK jelas bahwa hutan adat adalah bukan hutan negara.
“Jadi sebenarnya waktu itu kita masukan dalam rangka implementasi dari putusan MK Nomor 35 tahun 2012. Nah itu solusinya supaya kayu-kayu milik masyarakat adat tidak menjadi incaran aparat penegak hukum dan tidak lagi disebut kayu-kayu ilegal. Jadi mungkin itu solusi,” jelasnya.
Dikatakan, setelah Raperdasus tersebut dibahas dan di sahkan oleh DPR Papua dan Gubernur dengan persetujuan dan pertimbangan MRP, maka pihak eksekutif harus menyiapkan peraturan gubernur tentang hutan adat.
Namun bagian penting yang harus disepakati terkait dengan hutan adat itu lanjut Gobai, misalnya perbedaan pandangan masyarakat adat Papua yang menilai berhak atas hutannya, sementara prespektif Jakarta untuk mendapat menjadi hutan yang disebut hutan adat maka ada tahapan-tahapannya.
“Tahapan yang dimana ada identifikasi masyarakat adat dan lain-lain sesuai dengan Permendagri nomor 52 tahun 2014, tentang pedoman pengakuan masyarakat hukum adat,” ujar John Gobai.
Oleh karena itu, ia berharap, pihak Jakarta juga harus bisa memahami konteks lokal Papua.
Tetapi tambah Gobay, sesungguhnya penyusunan sebuah regulasi itu sesuai dengan undang-undang 23 tahun 2014 pasal 236.
“Artinya apa yang ada menjadi pemahaman-pemahaman lokal, itu dapat diakomodir didalam sebuah regulasi,” pungkasnya.(tiara)
Respon (1)