JAYAPURA, REPORTASEPAPUA.COM – Pertemuan kedua DPR Papua dengan perwakilan korban banjir bandang Sentani kembali digelar di Kantor DPR Papua, Jumat (2/8/18).
Pertemuan ini dipimpin langsung Wakil Ketua I DPR Papua, Edoardus Kaize didamping Wakil Ketua Komisi I DPR Papua, Tan Wie Long serta sejumlah anggota Komisi I dan juga dihadiri puluhan warga yang menjadi korban banjir bandang Sentani dari BTN Gloria Nauli, BtN Gajah Mada dan BTN Bintang Timur
Usai memimpin pertemuan, Wakil Ketua I DPR Papua, Edoardus Kaize mengatakan ini merupakan tindaklanjut pertemuan sebelumnya. Dalam pertemuan itu, pihaknya juga mengundang bank pemberi kredit, masyarakat yang menjadi korban dan pihak Pemkab Jayapura.
“Hanya developer yang tidak hadir. Kami minta agar pertemuan berikut bisa hadir kerena mereka yang membangun dan mesti bertanggungjawab,” kata Edo kepada wartawan, Jumat (2/8/19).
Diungkapkan, memang ada beberapa hal yang coba dibicarakan untuk mencari solusi terbaik, meski belum ada keputusan pasti karena mesti melibatkan pihak berkompeten, misalnya OJK yang berwenang dalam menentukan uang ini mau diapakan. Apakah mesti diganti, diputihkan dan lainnya.
“Jadi tadi kami memang bicarakan banyak hal yang nanti akan kami tindaklanjuti lagi. Tapi nanti berikutnya ada pertemuan lagi dan untuk menghadirkan depeloper agar mereka sampaikan bagaimana status perumahan,” jelasnya.
Bahkan kata Edo, sapaan akrab politisi PDI Perjuangan itu, dari pihak bank dan Pemkab sudah tempuh langkah ke kementerian PUPR dan kementerian keuangan, tapi belum ada kejelasannya.
Selain itu lanjut Edo Kaize, salah satu kendala yang disampaikan oleh mereka, karena pemprov tidak terlibat serius.
Namun pihaknya berharap, pada pertemuan berikut bisa lebih mengerucut karena ada Pimpinan DPRP, Pimpinan Perbankan, OJK dan eksekutif untuk memperjelas status warga serti apa.
Dikatakan, apakah nanti uang yang diajukan dalam bentuk proposal atau program ganti rugi disampaikan ke bank terkait dan dengan debitur angsurannya diputihkan atau seperti apa.
“Tapi kami juga berharap, tidak membebani masyarakat yang menjadi korban. Inikan ada kategori rumah rusak parah, bahkan ada yang hilang rumahnya. Makanya kami minta perbankan membuat daftar atau inventarisir berapa rumah yang hilang dan berapa rusak parah, agar dapat dihitung berapa persen yang mesti dibayar atau diputihkan,” paparnya.
Selain itu kata Edo Kaize, pihak bank juga menyatakan kalau mereka telah melakukan proses penundaan pembayaran selama satu tahun. Namun ini mesti disampaikan oleh pihak Bank ke masyarakat yang terkena dampak agar mereka tahu penundaan selama satu tahu dan tidak perlu ada yang tagih mereka. Juga mesti ada surat resmi kepada setiap warga dan diumumkan di media massa.
Sementara itu, salah satu perwakilan warga, Adrianus Peta mengatakan, ada dua tuntutan pihaknya “Tuntutan kami hanya dua. Kami ini korban rumah, harta benda, bahkan ada korban jiwa. Sudah tidak ada bekas rumah lagi. Rumah itu ada yang sudah direnovasi dan ada yang belum. Dari data kami ada sekitar 175 rumah di KPR Gloria Nauli dan sekitar 70 unit rumah yang hilang,” kata Adrianus.
Tuntutan itu yakni, ganti rugi dan kedua pemutihan kredit. Artinya kreditnya tidak diteruskan. Warga sudah dua kali kami ketemu Pemkab namun tak ada jawaban sama sekali.
“Pertama kami di lokasi bertemu developer (pengembang) dan bank penjamin kredit (BTN). Tidak ada jawaban. Pertemuan kedua dengan Pemkab dan DPRD Kabupaten Jayapura pada 5 April 2019. Kami berikan penjelasan dan tuntutan kami. Ketika itu bupati menyatakan akan memfasilitasi kami bertemu pihak developer dan bank tapi hingga kini belum ada kejelasan,” bebernya.
Dijelaskannya, pemutihan dan ganti rugi yang dimaksud adalah cicilan tidak dilanjutkan dan ganti rugi uang DP, uang akad kredit dan kewajiban-kewajiban lainnya misalnya cicilan oleh warga selama ini.
“Memang ada yang bayar kredit sudah dua tahun. Kini mau ditagih lagi, apa yang akan kami bayar. Sementara bangunan rumah sudah tidak ada lagi,” imbuhnya. (Tiara)