JAYAPURA,REPORTASEPAPUA.COM – Salah satu pengusaha GEL, Nikson Ondi ditemani dua kerabatnya mengadu ke Komisi I DPR Papua, Kamis (15/11/18) lantaran dikeroyok beberapa staf Dinas PU Provinsi Papua, pada Selasa (13/11/18).
Nikson Ondi menjelaskan, kalau kasus itu bermula di mana pada pengumuman pertama, perusahaannya masuk dalam daftar perusahaan yang lolos, kemudian pada pengumuman kedua juga demikian, meski pihaknya disuruh melengkapi berkas.
“Saya pun melengkapi berkas-berkasnya dan berkas itu di taru bergitu saja. Saat saya tanya katanya sudah tutup dan pada pengumuman ketiga, ternyata nama perusahaan saya sudah tidak ada,” ungkap Ondi saat menemui Wakil Ketua Komisi I DPR Papua, Tan Wie Long.
Lanjut dijelaskan, karena sudah terlalu lama ia pun kemudian menanyakan kepada Koordinator GEL yang juga pengusaha, Rika Ayomi mengapa pihaknya yang selama ini ikut berjuang tidak masuk, padahal saat pengumumam pertama dan kedua masih ada.
“Jadi saat itu kami memang sempat berdebat, di situ Tapi saya tidak ribut dengan pegawai. Namun tidak tahu kenapa, lima orang pegawai tiba-tiba datang pukul saya. Lalu mereka keroyok beramai-ramai,” bebernya.
Hanya saja, ia tidak tahu nama-nama pegawai yang mengeroyoknya. Tapi ia memastika kalau itu adalah pegawai dinas PU lantaran mereka mengenakan baju dinas.
“Saya kemudian bikin laporan polisi di Polsek Japut, dan ketika saya mau minta visum dokter dari RS, dokter bilang urusannya sama polisi. Kejadiannya itu hari Selasa (13/11/18). Namun hingga kini belum divisum,” ungkapnya.
Padahal kata Ondi, ia hanya tanyakan ke koordinator kenapa nama perusahaan tidak masuk, sementata sudah verifikasi berkas.
“Akhirnya kami kemudian berdebat dan saya memang sempat pukul meja, tapi tidak tahu kenapa pegawai di dinas datang pukul saya ramai-ramai,” akunya.
“Saya sudah berusaha mau bertemu Kadis PU tapi ada stafnya menyatakan masalah sudah di polisi jadi urusannya di polisi saja. Nanti Jumat baru pemeriksaan lagi,” sambungnya.
Sementata keluarga korban, Barbanas Janggroserai mengatakan, selain mengadukan ini, pihaknya juga ingin mempertanyakan ke DPR Papua, bagaimana metode untuk pengusahan GEL karena Perpres itu penunjukan langsung utuk pengusaha OAP di bawah Rp500 juta.
Menurut Barnabas, dengan berbagai dinamika yang ada di Dinas PU, sehingga sering muncul masalah-masalah. Misalnya masalah seperti ini.
“Ini salah satu alasan kami menemui dewan, terkait masalah administrasi,” ujar Barnabas.
Dikatakan, jadi bagaimana proses pembinaan berjalan. Pasadal pembinaan itu juga untuk pengusaha Papua yang harus dibina untuk bisa bersaing.
” Jangan ke depan GEL jadi GEL terus tidak berkembang karena tidak pernah tahu bagaimana menyusun dokumen penawaran, syarat teknis seperti apa, dokumen perusahaan seperti apa,” ketusnya.
Ia mencontohkan, jika pada pengumumam pertama hingga kedua nama perusahaan ada, tapi pada pengumumam ketiga sudah tidak ada.
Menanggapi itu, Tan Wie Long mengatakan, tentu pihaknya menyayangkan tindakan para oknum itu.
“Terkait masalah proses pelelangan proyek paket GEL itu ranah Komisi IV, kami hanya menangani terkait masalah hukum,” terangnya.
Politisi Partai Golkar ini menyatakan, meskipun korban sudah melaporkan tindakan penganyaan itu ke Polsek Japut, tapi kenapa setelah melaporkan, polsek Japut justru tidak memberikan surat pengantar untuk visum di RS, padahal hingga kini masih ada lebam di wajah korban dan jahitan di pelipis korban
“Jadi kami minta pihak kepolisian agar ada tindakan hukum terhadap pelaku karena apapun alasan dari masalah itu terjadi, tapi yang namanya penganiyaan dan pengeroyokan tak dibenarkan,” tegas Along sapaan akrabnya.
Menurutnya, korban perlu mendapat perlindungan dan keadilan hukum agar para pelaku penganiayaan bisa ditindaklanjuti ke proses selanjutnya.
“Ini yang kami harapkan agar ada efek jerah. Kalau benar pelaku pengeroyokan itu dilakukan oleh pegawai dinas, itu kami sesalkan, karena ASN adalah pelayanan masyarakat. Jadi kami sangat sayangkan jika itu dilakukan oleh ASN,” pungkasnya.(tiara)