Oleh: Peter Tukan *
SENTANI, REPORTASEPAPUA.COM – Sejak Sabtu (16/3) malam kita semua tahu bahwa telah seminggu lamanya berbagai pihak memberikan perhatian, simpati dan bantuan kemanusiaan kepada ribuan korban bencana alam banjir bandang yang melanda beberapa wilayah di Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura.
Semua pihak berkabung atas ratusan warga setempat yang meninggal dunia, menderita sakit akibat ditimpa pohon, batuan-batuan dan pasir serta beda keras lainnya serta ribuan warga kehilangan tempat tinggal dan harta benda.
Sebenarnya, telah banyak pihak menyampaikan rasa cemas dan khawatir akan kerusakan hutan di sepanjang pegunungan Cyclop. Ancaman bencana alam banjir dan tanah longsor sudah berada di depan mata namun semua itu tidak dipedulikan oleh banyak orang.
Salah seorang pemimpin agama di Papua, Uskup Keuskupan Jayapura, Leo Laba Ladjar,OFM sebenarnya sudah pada jauh-jauh hari memberikan catatan analisa pribadinya kepada Pemerintah Pusat agar pemerintah dan berbagai pihak terkait sungguh-sungguh memberikan perhatian serius pada persoalan yang sangat krusial ini.
Tepat pada Hari Ulang Tahun Sumpah Pemuda 28 Oktober 2017, Uskup Leo menulis bahwa sekitar tahun 2013 gelombang besar arus urbanisasi “menyerbu” masuk ke berbagasi ibukta kabupaten di wilayah pesisir Papua terutama Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Realitas ini semakin hari semakin menakutkan dan mencemaskan penduduk setempat. Gelombang urbanisasi ini sudah merupakan “bom waktu” yang siap meledak memporak porandakan kehidupan manusia.
“Telah terjadi pemukiman baru dan aktivitas perkebunan berpndah-pindah di wilayah perbukitan dan hutan lindung jajaran pegunungan Cyclop . Telah terjadi kerusakan hutan dan lingkungan alam yang sangat serius. Debit air dari sumber air di Cyclop menurun secara sangat drastis menyebabkan kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan menjadi sangat berkurang dan telah terjadi banjir serta tanah longsor di berbagai tempat,” tulis Uskup Leo laba Ladjar,OFM.
Lebih lanjut Uskup Leo mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya urbanisasi ke wilayah pesisir pantai karena roda pemerintahan di banyak kabupaten pedalaman Papua kurang berjalan secara maksimal sehingga masyaraat setempat meninggalkan tanah kelahirannya sendiri untuk selanjutnya pergi mencari kehidupan baru di perkotaan wilayah pesisir pantai.
“Apabila roda pemerintahan di daerah-daerah pedalaman itu berputar secara baik maka tentu saja akan ada geliat pembangunan dimana rakyat setempat berbondong-bondong melaksanakan proyek-proyek padat karya seperti menggali jaringan kabel listrik dan telepon, serta saluran pipa air bersih dan berbagai proyek padat karya lainnya. Dengan demikian, rakyat tidak harus dengan terpaksa berurbanusasi ke ibukota-ibukota kabupaten di wilayah pesisir pantai,” katanya.
Ketika pada sabtu (16/3) malam terjadi bencan alam banjir bandang melanda berbagai wilayah di Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura maka pada detik itu jugalah, kita semua menjadi bungkam! Apa lagi yang mau dibicarakan ketika tragedi kemanusiaan ini sudah menimpa kita atau saudara-sudara kita sendiri?
Bantuan Kemanusiaan Freeport
Berselang beberapa jam, setelah terjadi tragedi kemanusiaan bencana alam banjir bandang di Kabupaten Jayapura yang menelan ratusan korban jiwa, ribuan warga yang mengungsi, terkuburnya ternak dan harta benda, salah satu perusahaan tambang mineral tembaga, emas dan perak terbesar di Dunia, PT Freeport Indonesia (PTFI) langsung mendatangi lokasi bencana di Sentani, ibukota Kabupaten Jayapura untuk memberikan bantuan darurat yang dibutuhkan para korban saat itu.
Masyarakat korban bencana alam itu, sejak Minggu (17/3) telah secara bertahap dan utuh menerima bantuan kemanusiaan dari PTFI sebagai bukti kesetiakawanan atau solidaritas atas penderitaan yang menimpa ribuan warga masyarakat sekaligus ikut meringankan beban kehidupan yang sangat berat terpikul di atas pundak mereka.
“Kami sebagai warga masyarakat Sentani, Kabupaten Jayapura telah berulang kali menerima bantuan kemanusiaan dari Freeport. Di dalam situasi sangat darurat seperti ini, hal yang paling utama adalah memperlihatkan solidaritas bersama para korban bencana alam sekaligus meringankan beban penderitaan tanpa menilai besar kecil dan jenis bantuan,” kata Agustinus Donal Ohee,ST selaku Tokoh Masyarakat Adat Sentani dan Ketua Badan Musyawarah Tujuh Wilayah Adat Papua di Sentani, Sabtu (23/3).
PTFI merupakan perusahaan pertambangan swasta pertama yang datang ke lokasi banjir bandang memberikan bantuan darurat berupa makanan siap saji dan air mineral serta bantuan lainnya yang sangat dibutuhkan saat itu. Bantuan disalurkan langsung ke tenda-tenda pengungsi, perumahan penduduk yang luput dari hempasan banjir bandang serta ke Posko Induk Bencana Alam yang terletak di Kantor Bupati Jayapura.
Selain itu juga, lanjut Agustinus yang adalah mantan Staf Khusus era pemerintahan Gubernur Barnabas Suebi itu, PTFI telah pula mengirimkan Tim Penyelamat dan Tim Medis untuk memberikan pertolongan yang sangat dibutuhkan para korban.
“Masyarakat yang menjadi korban bencana alam itu telah merasakan kehadiran Freeport pada kesempatan pertama. Hal yang penting adalah hadir pada kesempatan pertama dengan memberikan bantuan darurat yang sangat dibutuhkan saat itu. Jangan menilai jenis dan besar kecilnya bantuan tetapi bukti kesetiakawanan dan tindakan penyelamatan pertama itulah yang patut dihargai,” tegas Agustinus.
Agustinus mengakui bahwa pihaknya telah pula mendapat data terkait bantuan kemanusiaan yang dikirim Komunitas Karyawan PTFI pada Jumat (22/3) yang diterbangkan pesawat udara Airfast dari Timika sebanyak 166 karton atau tiga ton bantuan kemanusiaan dan akan disusul lagi 60 karton sekitar satu ton berisi pakaian anak-anak dan orang dewasa, alat mandi, dan sebagainya.
“Kami minta agar Freeport tidak sendirian turun ke masyarakat mendistribusikan bantuan dalam bentuk barang-barang. Keikutsertaan masyarakat, pemuda dan mahasiswa serta wartawan dalam mendistribusikan bantuan kemanusiaan Freeport merupakan bukti bahwa Freeport senantiasa bekerjasama dengan masyarakat Papua dalam menyelamatkan nyawa sesama manusia yang sedang menderita. Freeport jangan kerja sendiri,” pintanya.
Terkait krtikan terhadap Freeport yang memberikan bantuan darurat berupa makanan siap saji dan pakaian, Agustinus menegaskan, di dalam situasi darurat kemanusiaan seperti ini, bantuan setetes air minum bagi sesama yang sangat haus dahaga, jauh lebih bernilai daripada memberikan satu tanki air minum pada saat para penderita sudah tidak merasa haus lagi.
Di dalam hidup ini, orang harus tahu berterimakasih dan bersyukur atas bantuan sekecil dan sesederhana apapun. Dalam situasi darurat seperti ini, bantuan yang diberikan sekecil apapun haruslah diterima. Sebaliknya, apabila merasa bantuan tersebut tidak berguna, janganlah menerimanya. Sudah baik mendapatkan bantuan dari orang yang tulus hati, daripada tidak sama sekali.
Patut dicatat baik-baik, lanjut Agustinus, Freeport itu terkenal sebagai salah satu perusahaan tambang yang setia membayar pajak kepada Negara, Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika. Dana bantuan yang diberikan pemerintah untuk para korban bencana alam di seluruh Indonesia selama ini, termasuk di Jayapura saat ini, jika mau jujur, di dalamnya itu ada juga uang hasil pembayaran pajak dari Freeport.
Freeport itu perusahaan tambang yang sangat besar, sehingga wajar saja jika sering diterpa kritikan tajam. Juga, banyak harapan dialamatkan kepadanya. Selain itu, banyak orang yang mempolitisir apa saja yang dilakukan Freeport demi kepentingan politik pribadi dan kelompok.
Hidup yang berbahagia adalah hidup yang selalu bersyukur dan berterimakasih. Rakmat dan Kasih Allah Maha Besar Pencipta Alam Semesta dianugerahkan kepada kita umatNYA dalam hal-hal yang kecil dan sederhana. Hingga detik ini, Allah masih mengaruniakan Kehidupan kepada kita, sembari berdoa bagi saudara-saudara kita yang meninggal dunia akibat bencana alam ini.
“Kita patut bersyukur, bahwa kita masih diberi waktu untuk menikamti kehidupan dan untuk merasakan serta mengalami kebaikan Allah dari sesama,” tegas Agustinus Donal Ohee,ST. (advetorial)
*Peter Tukan : Kepala Kantor Berita Indonesia ANTARA Papua (2006-2010).