JAYAPURA,REPORTASEPAPUA.COM – Kepala Balai Besar Pembangunan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah XVII Papua, Oesman Marbun Melakukan Klarifikasi Menyangkut berita yang disampaikan awak media, Hari Jumat, 7 Desember 2018 tentang pemberian santunan kepada karyawan PT Istaka Karya yang dibunuh oleh Kelompok Kriminal Bersenjata di Kabupaten Nduga, dimana Dari sejumlah media yang menyiarkan kronologis proses negosiasi antara keluarga korban dengan PT Istaka Karya yang dibantu BBPJN Papua, hanya menayangkan proses perdebatan yang terlihat alot.
“Maka atas hal itu saya ingin meluruskan apa sebenarnya yang terjadi dalam proses negosiasi tersebut, yang pertama saat proses negosiasi pemberian santunan berlangsung, tak ada satupun keluarga dekat dari para korban yang terlibat. Hampir semuanya adalah kerabat para korban yang kebanyakan berdomisili di Timika. Hal itu membuat sulit bagi kita berkoordinasi dengan baik,” Tuturnya.
Pihak Balai Bersama PT Istaka Karya berupaya semaksimal mungkin memberikan akses bagi pihak keluarga, termasuk kerabat korban yang berada di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, ikut diberangkatkan ke Timika, Kabupaten Mimika dengan menggunakan pesawat Hercules, pada saat berlangsungnya proses evakuasi. Keluarga korban yang dibawa dari Wamena, tak ada satupun keluarga langsung atau ahli waris (apakah itu istri, anak, orang tua bahkan Abang/kakak, hingga adik).
“Perdebatan alot terjadi saat mereka bersikeras menyatakan tuntutan sebesar Rp. 1 Milyar/orang, dengan menyatakan tidak bisa ditawar dan kami sudah sepakat, padahal mereka adalah pihak yang tidak berhak atau bukan ahli waris menurut saya,” Tegasnya.
Osman Mengaku Sesungguhnya pada saat proses negosiasi hanya berupaya membantu pihak korban dan PT Istaka Karya, agar proses negosiasi bisa selesai tanpa ada yang dirugikan dan memberikan jalan keluar yang terbaik bagi keluarga.
“Saat itu saya yang mendengar permintaan tanpa ada tawar menawar Rp. 1 Miliar dana santunan langsung bertanya (kau siapa), Saya sampaikan apakah kamu keluarga dekatnya, Tapi yang bersangkutan tak bisa menjawab, karena yang bersangkutan sama sekali tak berhak dalam forum itu menyampaikan tuntutan, kemudian video itulah yang viral, saya karena sudah lama di papua jadi saya mungkin belum bisa mengelola kata seperti (kapendam /humas), dan ini menjadi pembelajaran bagi saya kedepan,” tutur Osman.
Osman Juga kemudian meminta maaf kepada awak media yang berada dalam Konfrensi pers Yang dilakukan di Kodam 17 Cendrawasih di fasilitasi Oleh Wakapendam Dax Sianturi.
“Saya mengakui saya memiliki kekurangan mengelola emosi massa, bahkan pada saat menyampaikan informasi kepada publik, Ini terjadi karena proses evakuasi yang cukup panjang hingga menyita energi yang besar, sehingga bahasa itu keluar begitu saja. Apalagi pada saat itu semua dalam keadaan emosi. Namun, tak ada niat saya menjadikan jenazah itu menjadi barang,” tutupnya.(redaksi)