TIMIKA,REPORTASEPAPUA.COM – Dua Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua yakni, Mathea Mamoyau dan John NR Gobai melakukan konsultasi publik raperdasi tentang pertambangan rakyat Provinsi Papua di Kabupaten Mimika.
Kegiatan itu dihadiri Asisten I Bidang Pemerintahan Kabupaten Mimika, Demianus Katiop, juga beberapa Anggota DPRD Mimika, serta sejumlah OPD Kabupaten Mimika, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan tokoh pemuda Kabupaten Mimika, yang dilaksanakan di ruang pertemuan kantor Bupati Mimika, Selasa (23/10/18).
Mathea Mamoyau mengatakan, didalam hutan Papua banyak pertambangan-pertambangan ilegal yang cukup meresahkan masyarakat pemilih hak ulayat dan juga masyarakat adat yang mendapat perlakuan tidak adil dari sejumlah oknum tertentu.
Menurut Sekretaris Komisi I DPR Papua ini, dengan dilakukannya konsultasi publik hari ini, ini merupakan kerinduan bagi masyarakat dan pemerintah termasuk dengan hak ulayat.
“Memang dalam saran dan kritikan dari peserta, mereka meminta supaya hak ulayat ini diatur secara baik, sehingga ijin-ijin yang diberikan terkait dengan pertambangan rakyat, itu juga bisa teratur sehingga mereka tidak lagi saling mengklaim. Tapi semua peserta sudah masukan saran dan kritikan kepada kami dan semua kami terima, “kata Mathea sapaan akrab dari wanita asal Komoro itu.
Mathea menuturkan, semua saran dan masukan akan dibahas bersama anggota Bapemperda lainnya yang saat ini juga sedang melakukan konsultasi publik rancangan daerah khusus provinsi (raperdasi/raperdasus) di sejumlah kabupaten-kabupaten di Tanah Papua.
Menurutnya, satu hal yang paling penting kabupaten Mimika juga harus melihat hal ini dan kebetulan dari pertemuan ini hadir juga DPRD Mimika sehingga ini ada suatu inisiatif juga dari mereka untuk membicarakan hal yang sama.
“Memang draf ini kami akan sampaikan dan presentasikan. Ini kita akan dorong menjadi sebuah peraturan daerah dan selanjutnya juga akan diberikan kepada Pemkab Mimika untuk menindaklanjuti hasil dari pertemuan ini. Tapi kami berterimaksih kepada pemerintah Kabupaten Mimika dalam memfasilitasi pertemuan hari ini,” ucapnya.
Dikatakan, alasan pihaknya mendorong peraturan ini lantaran mereka tak ingin ada kata ilegal tapi harus dilegalkan dengan tata cara yang tadi, yakni mereka memberikan masukan-masuka dalam pertemua itu, untuk kita bisa memperhatikan dalam rancangan rancangan ini.
“Kalau kita bicara secara teratur, ada banyak hal sebenarnya yang kita dapatkan dari pertemuan ini sampai dengan bagaimana penyidik dan pidana.
Tapi kami semua berterimakasih karena memang tujuan kita adalah bagaimana rancangan ini mendapat pembobotan yang baik untuk kita, sehingga dalam mendorong ini tidak sia-sia dan tidak ketinggalan karena hasil ini dapat tercapai dan dijalankan di kabupaten masing masing. Jadi rancangan-rancangan perda ini kita akan dorong untuk masuk dalam sidang Non APBD Induk 2019 nanti,” paparnya.
Hal senada dikatakan, Jhon NR Gobai bahwa pihaknya juga dapat masukan yang luar biasa dari Pemda Mimika yang sudah ikut memberi bobot kepada isi draf perdasi inisiatif DPR Papua ini.
“Sekali lagi perda ini adalah inisiatif dari DPR Papua untuk menjawab semua permasalahan khususnya pertambangan-pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat, ” ujar Jhon Gobai.
Menurutnya, di Mimika ini agak berbeda sedikit dengan kabupaten lain, karena ada wilayah konsesi pertambangan dari PT Freeport.
“Itu juga yang ditanyakan oleh pihak Pemda. Ini bagaimana karena ada kegiatan penambangan yang dilakukan di area Freeport. Ada pengalaman di Bangka Belitung, itu bisa menjadi rujukan agar wilayah yang dikerjakan oleh masyarakat, itu bisa di dorong untuk ditetapkan menjadi wilayah pertambangan rakyat, ” ujar John Gobai.
Apalagi lanjut Gobai, perda ini juga menugaskan Gubernur Papua, agar dapat meminta kepada PT. Freeport dan Menteri ESDM untuk areal-areal yang di kerjakan oleh masyarakat itu dapat di ciutkan untuk dikerjakan masyarakat sebagai wilayah pertambangan rakyat.
Selain itu, kata John Gobai, yang terungkap juga, mereka ingin agar kegiatan penambangan ini dapat dilakukan dibawa payung Lemasa dan Lemasco sebagai dua lembaga dari masyarakat pemilik tanah di daerah Mimika.
“Artinya penambang-penambang yang ada, dapat bekerja tapi dibawa payung lembaga adat. Itu yang tadi juga mengemuka dalam pembahasan tadi. Dan itu nyambung dengan raperdasus yang di dorong. Ini juga dari inisiatif DPR Papua tentang masyarakat adat. Jadi apa yang tadi disampaikan dari adat itu, sebenarnya sudah diatur juga dalam draf yang lain, yang disiosalisasikan oleh teman-teman lain di wilayah adat Tabi,” terangnya.
Ketika diainggung terkait adanya sejumlah oknum TNI/Polri yang menguasai daerah areal penambangan itu, Jhon Gobai mengatakan, dengan adanya perda ini akan memberi jawaban agar apa yang terjadi selama ini justru perbuatan itu yang ilegal.
“Jadi itu perbuatan-perbuatan oknum-oknum TNI/Polri yang melakukan pemungutan jatah preman kemudian menguasai sektor transportasi. Nah ini justru perbuatan ilegal, sehingga apa yang mereka pungut itu juga tidak mendasar, apalagi yang melakukan adalah TNI/Polri,” ketus Mathea.
Menurut Gobai, justru dalam perdasi ini ada Bab yang mengatur kita tentang sarana transportasi, dimana transportasi menjadi kewenangan bupati.
“Jadi Helicopter ataupun mobil menuju areal pertambangan itu adalah mobil yang diijinkan oleh pemerintah supaya menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah kabupaten. Itu yang kita atur dalam perdasi, supaya praktek-praktek liar, praktek-praktek ilegal yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu selama ini tidak akan terjadi lagi,” bebernya.
Bahkan tandas Gobai, praktek-praktek itu akan menguntungkan oknum-oknum tertentu saja, sementara pemerintah tidak mendapatkan apa-apa dan masyarakat juga tidak mendapatkan apa-apa.
“Itu kami sudah jawab di salah satu Bab didalam rancangan. Karena kedatangan penambangan rakyat ini dilakukan di daerah-daerah yang jauh seperti Korowai. Dan Helicopternya itu diberikan ijin oleh bupati supaya setiap penerbangan PAD itu masuk untuk kabupaten. Jadi tidak lagi menguntungkan oknum-oknum tertentu, selain itu tidak lagi ada pungutan pungutan liar, juga pungutan ilegal yang dilakukan oleh oknun-oknun TNI/Polri,” tekannya.
Menurut Gobai, tugas TNI/Polri adalah mereka harus melindungi masyarakat dan memberi rasa nyaman serta keamanan di wilayah itu.
“Kami minta mereka harus hentikan dulu dan mereka tunggu Perda ini jadi, agar mereka ikut mengamankan sehingga ini menjadi sumber pendapatan bagi daerah bukan sumber pendapat para oknum,” tandas John Gobai.
Sementara itu, Asisten I Bidang Pemerintahan Kabupaten Mimika, Demianus Katiop mengatakan, ini yang pertama kalinya DPR Papua dengan inisiatif mereka, melakukan satu racangan peraturan daerah (Perda) Provinsi Papua tentang pertambangan rakyat di Provinsi Papua yang tersebar di seluruh kabupaten yang ada di Tanah Papua.
“Dengan melihat perkembangan permasalahan-permasalahan pertambangan rakyat kita di beberapa daerah, maka mereka perlu mengevaluasi sejumlah regulasi dengan dasar disiapkannya raperdasi itu untuk menjadi bahan regulasi dalam rangka memberikan pelayanan, memberikan pendampingan dalam upaya bagi tertibnya pertambangan masyarakat kita di daerah daerah,” ujar Demianus.
Namun diakui, sudah hampir 10 tahun terakhir, Pemerintah Provinsi Papua sudah berupaya untuk melakukan sejumlah regulasi peraruran daerah dalam rangka pertambangan daerah,
cuman dia terbentur dalam sejumlah kewenangan yang tidak di akomodir oleh pemerintah pusat.
“Kita lihat pada tahun 2008, ada sejumlah raperdasus dan raperdasi kita yang ditolak pemerintah pusat, terkait dengan pertambangan rakyat sehingga itu yang menjadi acuan untuk pihak- pihak DPRP. Tapi kita melakukan inisiatif dalam rangka menyiapkan raperdasi untuk pertambangan rakyat kita kedepan,” ucapnya.
Menurut Demianus, dengan melihat di berbagai permasalahan-permasalahan rakyat, dan berbagai kondisi setelah ada sejumlah regulasi pusat yang datang ditingkat provinsi kemudian ditingkat provinsi dikuatkan ke tingkat kabupaten/kota yang terdapat sumber sumber potensi pertambangan emas, itu tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat kita.
Demianus menambahkan, kita bisa lihat ada sejumlah pertambangan rakyat yang cukup parah. Seperti di Kabupaten Mimika, kita lihat di Distrik Pronggo, yang pada awal dengan sejumlah regulasi pusat tapi sampai di tingkat kabupaten/kota penguasaannya ini kan tidak ada.
“Sehingga itu yang menyebabkan sistim perencanaan, sistim pengawasan dan pengendalian di daerah kabupaten ini tidak bagus dalam pengawasan, ” pungkasnya.(TIARA)