Aliansi Pengusaha Konstruksi Muda Papua, Isak : Kontraktor Asli Papua Selalu Diilai Tidak Mampu Oleh Pusat

banner 120x600

JAYAPURA, REPORTASEPAPUA.COM – Sesuai dengan semangat Undang – Undang No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Pemerintah Pusat Memberikan kebijakan Perlindungan, Keberpihakan dan Pemberdayaan terhadap Orang Asli Papua termasuk dibidang ekonomi, usaha – usaha yang dapat meningkatkan ekonomi kecil, menengah dan skala besar bagi Orang Papua.

Untuk itu Aliansi Pengusaha Konstruksi Muda Papua (APKMP) dalam pernyataan rilisnya pada redaksi reportasepapua.com senin siang 05/10/2020), menyebut Sejak masa Intergasi Papua ke NKRI sejak 1969 (PEPERA) hingga saat ini belum kami dengar ada kontaktor pengusaha asli Papua, Orang Papua menjadi pengusaha Hebat seperti Jusuf Kalla.Hary Tanoe Soedibyo, dan ratusan pengusaha hebat nasional. Orang Papua hingga era otonomi khusus sejak 2001 – 2020 ini baru kami mendengar jenderal, Program Affirmasi, bidang politik dan pemerintahan sebagian dikuasai OAP papua.

“Sehingga Pada Kenyataannya sector yang tidak mampu bersaing adalah dunia Konstruksi dimana pengusaha OAP papua diberi kebijakan dan kemudahan tetapi juga sekaligus proses pembodohan terjadi bahwa kamu “ taputar” dengan nilai pekerjaan kecil nilai besar kami yang kerja “ pengusaha besar” Sementara saat ini sudah puluhan pengusaha Konstruksi anak anak asli papua yang memiliki kualifikasi perusahaan, peralatan yang lengkap untuk bisa dipercayakan
namun justru digagalkan oleh aturan – aturan yang sengaja diciptakan secara sistemik untuk menekan dan membatasi  peraturan menteri tersebut,” Tegas Ketua Aliansi Pengusaha Konstruksi Muda Papua (APKMP) Isak Wetipo saat dihubungi melalui ponselnya.

Isak Menambahkan,  yang terjadi saat ini yaitu stigma Kontraktor Papua tidak mampu, Pinjam bendera, jual pekerjaan ulah ulah ini dilakukan oleh 1 ato 2 pengusaha Papua namun menjustifikasi bahwa seluruh pengusaha sama. Ini sekaligus kasi kemudahan dan diinjak.

Dirinya Menambahkan Kembali ke masalah banyaknya kucuran dana Triliunan rupiah yang bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) setiap tahun belum mampu
mensejahterakan di bidang ekonomi lebih spesifik kepada dunia Konstruksi yang saat ini digeluiti anak anak adat asli Papua, Pemerintah telah melahirkan Peraturan Presiden No.17 tahun 2019 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk  Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yang menjadi Ikon adalah nilai pekerjaan sampai 1 Milyar melalui mekanisme non tender atau pengadaan langsung, 1 – 2,5 Milyar melalui tender
lelang dan 2,5 Milyar sampai 50 Milyar dikerjakan oleh Kontraktor Kualifikasi Menegah PT (Perseroan Terbatas).

“Namun dalam kenyataan setelah kami mengamati justru Kementerian PUPR melalui Satker – Satker Balai Kementerian PUPR di daerah Papua dan Papua Barat justru melakukan pengadaan proyek fisik kontruksi, mencoba menghindar dari tanggung jawabnya ikut membina Kontraktor Asli Papua. Pembangunan Jalan dan Jembatan dalam APBN PUPR RI tahun 2020, tidak sesuai dengan semangat otsus dan aturan peraturan Menteri PUPUR No.14 tahun 2020 tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui penyedia, ibarat setelah kasi dana
terus tarik ke pusat lagi. Karena kembali yang mengerjakan kontraktor – kontraktor nasional yang siap secara kualifikasi peralatan bahkan tenaga serta permodalan. Sementara pengusaha konstruksi di papua di singkirkan secara sistematis melalui proses lelang yang terjadi kejanggalan sebagaimana di BP2JK seperti kasus kasus lelag gagal tender yang dilakukan oleh BP2JK melalui system LPSE yang hampir 8 bulan,” Kata Isak.

Isak Mengakui Apalagi ditengah pandemo Covid 19 sejak awal tahun seharusnya satker balai bisa
merancang memecah paket dimaksud dalam satu daerah lokasi agar bisa dijangkau  dan segera di kerjakan. Kami merasa miris apalagi total dana Infrastruktur ini hampir 1 Triliun lebih tahun 2020 dari paket diatas dikembalikan ke Pusat karena tidak bisa dilaksanakan Seandainya paket – paket proyek ini dipecah menjadi kecil – kecil otomatis bisa dikerjakan dan dirasakan oleh kontraktor asli papua yang perlu menjadi besar.

“Misalnya diantara paket lelang yang ada saat ini 10 (sepuluh) jembatan digabungkan dalam 1 (satu) Paket Pekerjaan. Idealnya dipecahkan satu – satu biar bisa dijangkau oleh pengusaha papua satu jembatan satu penyedia, keluaran (outputnya) sama terbangun jembatan tersebut dan digunakan masyarakat menghemat waktu dan penyerapan anggaran terlaksana, Selain itu hampir tahun 2020 ini, pekerjaan Sub kontrak dan pekerjaan skala kecil hampir sama sekali tidak Nampak untuk Pengusaha OAP, kami merasa pemaketan pekerjaan yang dikondisikan sengaja diatas nilai 100 Milyar keatas yang diperlukan kemampuan Dasar bagi Kontraktor Asli Papua dan tidak mungkin memenuhi kualifikasi padahal pekerjaan pekerjaan ini secara kasat mata,
pengalaman masih bisa dikerjakan oleh pengusaha Papua,” Ungkapnya.

Atas permasalahan ini Aliansi Pengusaha Konstruksi Muda Papua (APKMP) menyatakan Sikap sebagai berikut, Kementerian PUPR RI agar dalam rangka membina dan membesarkan
kontraktor asli Papua di daerahnya, agar memecah paket – paket pekerjaan
agar bisa dikerjakan oleh Kontraktor Asli Papua dan dananya tidak
dikembalikan ke Pusat. Sebab saat ini sudah ada pengusaha papua yang siap
dan memiliki kualifikasi perusahaan yang cukup.

“Satker dan Pokja diminta tidak menambah nambah persyaratan dalam proses
tender paket pekerjaan untuk mempersulit penyedia lain dan tidak sesuai
aturan dan spesifikasi pekerjaan dilapangan. Sebab selama ini terjadi
demikian dan meninggalkan kesan pekerjaan dimaksud sudah ada pemenang
atau jago, biarlah kami bersaing secara sehat,” Tuturnya.

“Serta Munculnya kecurigaan proses tender di BP2JK yang tidak transparan sesuai
dengan semangat pembentukannya maka kami minta kepala BP2JK di ganti.
Karena gagal dalam tugas sehingga pekerjaan yang harus berjalan dan
membuka akses kepada masyarakat di wilayah antar kabupaten terhambat,” Sambungnya.

Bahkan APKMP juga Meminta Dugaan Kasus korupsi atas tiga lelang perumahan khusus di Jayawijaya itu sekarang sedang disidik Kejaksaan Tinggi Papua Segera Usut Tuntas.

“Dalam Perencanaan pemaketan di tahun 2021 kedepan agar Satker Balai di Papua dan Papua Barat memberi perhatian pembinaan kepada pengusaha asli papua dengan tidak menggambungkan paket sampai nilai 100 Milayar keatas dan tidak dapat dijangkau pengusaha konstruksi asli Papua,”Tutupnya. (rdk)

Berikut beberapa lelang paket besar yang diulang sampai beberapa kali sehingga
menimbulkan terhambatnya pembangunan infrastruktur di Papua.
1. Pembangunan Jalan Mamberamo-Elelim Trans Papua, nilai sekitar Rp 141
miliar.
2. Pembangunan Jalan Elelim-Mamberamo Trans Papua, nilai sekitar Rp 160
miliar.
3. Pembangunan Jalan Elelim-Mamberamo 1 Trans Papua, nilai sekitar Rp 171
miliar.
4. Preservasi Piramid-Tiom Trans Papua MYC, nilai sekitar Rp 213 miliar.
5. Preservasi Jalan Yetti-Senggi-Mamberamo, nilai sekitar Rp 151 miliar.
6. Pembangunan Jembatan Asmat MYC, nilai sekitar Rp 360.4 miliar.
7. Preservasi Jalan Getentari-Batas Kabupaten Merauke, nilai sekitar Rp 145.2
miliar.
8. Preservasi Jalan Mindiptana-Boven Digoel, nilai sekitar Rp 142 miliar.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *