JAYAPURA, REPORTASEPAPUA.COM – Pemblokiran layanan data di Jayapura, Papua, sudah memasuki hari ke-21 dan belum ada keterangan pasti kapan hal tersebut akan berakhir. Selama jaringan data ditutup oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), warga Jayapura banyak bergantung pada wifii di area publik dan tidak gratis.
Seperti yang diutarakan oleh Albert Matatula, salah satu Kontributor Media Nasional yang ada di Jayapura. Menurutnya, ia yang bekerja di media televisi membutuhkan kuota cukup besar untuk mengirim video ke kantor pusat di Jakarta, karenanya untuk kondisi saat ini, wifii menjadi satu-satunya pilihan untuk dia bekerja.
“Ya selama ini saya terpaksa harus bekerja melalui hotel-hotel yang menyediakan wifii, tentu tidak gratis karena kita harus pesan makan untuk bisa mengakses wifii di situ,” tuturnya di Jayapura, Papua, Selasa (10/9/2019).
Albert juga menuntut adanya kompensasi untuk kuota data yang telah hangus saat pergantian bulan.
“Dari tanggal 19 itu kuota data kita sudah tidak bisa digunakan sampai hangus, sekarang tagihan sudah keluar tapi tidak ada keringanan, makanya Kominfo harus kasih kepastian mengenai kompensasi,” tutur Albert yang menggunalan produk Kartu Halo Telkomsel.
Hal ini pun dipertegas oleh Ketua Ombudsman Papua, Sabar Olif Iwanggin yang menegaskan sudah seharusnya Kementerian Kominfo memberikan kompensasi kepada masyarakat yang dirugikan karena kebijakan tersebut.
Menurut dia, untuk mendapatkan kuota data, masyarakat tidak memperolehnya secara gratis sehingga ketika hal tersebut tidak bisa digunakan maka harus ada penggantinya.
“Saya pikir tuntutan itu wajar, negara harus menggantikan itu karena jelas kita beli ada potongannya untuk masu ke kas negara jadi wajar (ketika) pelayanan publik itu buruk kompensasi itu penting,” tuturnya.
Sabar juga menyerukan agar pemblokiran layaman data di Jayapura segera dibuka karena telah menganggu banyak lini kehidupan.
Menurut dia, saat ini banyak aktifitas masyarakat yang bergantung pada jaringan data sehingga ketika layanan tersebut ditutup maka akan menganggu aktifitas mereka.
“Semua stakeholder, juga (lembaga) pendidikan mulai dari dasar hingga perguruan tinggi, semua bergantung pada internet, teman-teman perbankan pun menyampaikan hal ini,” kata Sabar.
Sebelumnya, layanan data diblokir oleh Kementerian Kominfo sejak 19 Agustus 2019. Pemblokiran berdasarkan rekomendasi dari pihak keamanan.
Mengantisipasi penyebaran hoaks terkait isu rasisme dijadikan alasan Kominfo untuk menutup akses data di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat.
Namun, sebelumnya pemerintah telah menyatakan akan membuka akses layanan data internet di semua wilayah Papua. (REDAKSI)