JAYAPURA, REPORTASEPAPUA – Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Nerlince Wamuar, S.E., M.Pd., atau biasa disapa Mama Rollo menyesalkan aksi unjuk rasa mahasiswa di kawasan Abepura, Jayapura, pada Rabu (15/10), yang berakhir ricuh dan merusak sejumlah fasilitas umum dan polisi terluka.
Dalam pernyataannya, Nerlince Wamuar, S.E., M.Pd., menegaskan bahwa Papua adalah tanah damai, sehingga setiap warga yang hidup di atasnya harus mampu membawa kedamaian, bukan kekacauan.
“Papua ini adalah tanah damai. Siapapun yang ada di atas tanah ini harus bisa membawa kedamaian. Kami orang Papua, bahkan semua warga di Papua, harus membawa damai untuk negeri ini,” ujar Nerlince Wamuar, S.E., M.Pd., saat diwawancarai wartawan Rabu sore di Kantor MRP jayapura.
Mama Rollo menjelaskan, MRP sebagai lembaga kultural yang berada dalam struktur pemerintahan Provinsi Papua bekerja berdasarkan aturan. Ia menekankan pentingnya legalitas organisasi, termasuk aliansi mahasiswa, agar setiap penyampaian aspirasi dapat ditangani secara resmi dan tertib.
“Kalau ada surat masuk dari aliansi mahasiswa, kami akan memeriksa ke Kesbangpol apakah organisasi itu terdaftar. Kalau terdaftar, kami tanggapi. Kalau tidak, kami tidak bisa proses, karena kita hidup dengan aturan,” tegasnya.
Menurutnya, tuntutan mahasiswa dalam aksi tersebut salah alamat dan tidak pantas dilakukan di jayapura, ia mencotohkan seperti isu darurat militer dan investasi ilegal, tidak relevan dengan kondisi di Papua saat ini.
“Darurat militer itu tidak terjadi di Provinsi Papua. Soal investasi ilegal, sampai hari ini MRP tidak pernah mengeluarkan rekomendasi bagi investor untuk menanamkan modal di tanah Papua,” jelasnya.
Mama Rollo juga menekankan pentingnya peran mahasiswa sebagai kaum terdidik yang seharusnya memberi contoh baik dalam menyampaikan aspirasi.
“Mahasiswa itu orang cerdas. Tindakannya harus bermartabat. Kalau engkau namakan dirimu mahasiswa, tunjukkan sikapmu yang baik di lingkunganmu,” pesannya.
Ia mengimbau agar warga dan mahasiswa di Jayapura tidak merusak kota sendiri dengan tindakan anarkis yang justru menciptakan rasa tidak aman di masyarakat.
“Sebagai warga Kota Jayapura, kita sendiri yang merusak rumah kita. Marilah kita jaga rumah kita bersama, supaya orang dari luar melihat Papua sebagai tanah yang damai dan nyaman,” tutupnya.
Rusuh di Aksi ABEPURA
Aksi demonstrasi yang digelar oleh kelompok Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Tanah Adat Papua berakhir ricuh di kawasan traffic light Abepura, Rabu (15/10) siang.
Kericuhan pecah ketika massa aksi memaksa melakukan long march, meski sebelumnya telah disepakati bahwa aksi hanya akan dilakukan di lingkaran atas Abepura. Situasi memanas hingga berujung pada tindakan anarkis.
Akibat insiden ini, dua mobil dinas Polri dirusak, satu mobil milik PDAM Kota Jayapura dibakar, serta tiga orang terluka akibat lemparan batu dari massa. Dari tiga korban tersebut, dua di antaranya merupakan anggota Polri, sementara satu lainnya adalah pedagang bakso keliling yang merupakan warga sipil.
Kapolresta Jayapura Kota, Kombes Pol Fredrickus W. A. Maclarimboen, S.I.K., M.H., CPHR, menjelaskan bahwa kepolisian sebenarnya telah memberikan ruang kepada massa untuk menyampaikan aspirasi dengan tertib.
“Sudah kami berikan ruang untuk menyampaikan aspirasi, namun massa aksi tetap berkeras untuk melakukan long march yang diawali dengan menduduki pertigaan traffic light Abepura,” ungkap Kapolresta di lokasi kejadian.
Menurutnya, saat negosiasi antara aparat dan perwakilan massa, telah disepakati agar massa bergeser ke titik awal aksi. Namun, situasi berubah ketika sejumlah provokator diduga sengaja memancing kericuhan.
“Aksi pelemparan batu oleh massa yang mulai anarkis kemudian dibalas sesuai SOP dengan menembakkan gas air mata. Massa pun semakin anarkis dengan melakukan pengrusakan mobil dinas Polri dan membakar mobil PDAM,” jelasnya.
Akibat lemparan batu tersebut, dua anggota kepolisian dan satu warga sipil mengalami luka di bagian kepala dan mengalami pendarahan.
Fredrickus menegaskan, pihaknya akan menindak tegas pelaku pengrusakan dan provokator dalam aksi tersebut.
“Silakan sampaikan aspirasi, tapi jangan ganggu aktivitas masyarakat umum. Long march bukan solusi dalam menyampaikan aspirasi, karena justru berpotensi menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat,” tegasnya.
Kapolresta juga mengungkapkan bahwa massa aksi telah menyiapkan bom molotov, namun berhasil digagalkan aparat sebelum sempat digunakan.
“Penyampaian aspirasi dengan cara anarkis hanya sia-sia, karena merugikan banyak pihak. Ke depan, mari bangun komunikasi yang baik agar penyampaian aspirasi bisa berjalan aman, lancar, dan tertib,” pungkasnya.
Polresta Jayapura Kota menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat sekitar yang terdampak penggunaan gas air mata saat pembubaran massa. Pihak kepolisian juga mengimbau agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dan tetap menjaga situasi keamanan di Kota Jayapura.